Asia Pacific Rainforest Summit ke-3 di Yogyakarta:

Indonesia Sarana Mitigasi Perubahan Iklim

Rabu, 25 April 2018 – 23:55 WIB
Menteri LHK Siti Nurbaya. Foto: Natalia Fatimah Laurens/JPNN

jpnn.com, JAKARTA - KTT Hutan Hujan Tingkat Asia Pasifik atau Asia-Pacific Rainforest Summit (APRS) III yang diselenggarakan selama tiga hari, 23-25 April 2018 di Yogyakarta telah merekomendasikan sejumlah sektor. Salah staunya soal mangrove dan Hutan Sosial.

Dalam urusan mangrove dan blue carbon, panel diskusi menyimpulkan bahwa mangrove dan blue carbon merupakan calon potensial untuk dimasukkan dalam NDC Indonesia sebagai sarana untuk mitigasi perubahan iklim. Selain itu, dari dua hal tersebut juga merupakan kandidat yang baik sebagai insentif keuangan untuk mencegah deforestasi di bawah mekanisme pembayaran untuk Payment for Ecosystem Services (PES).

BACA JUGA: Kebijakan Soal Gambut Harus Diikuti Komitmen Politik

Untuk menerapkan blue carbon, harus dimasukkan ke dalam sistem perencanaan tata ruang pesisir dan mekanisme viabilitas ekonomi masyarakat lokal.

Pencegahan kehilangan bersih hutan mangrove, yang merupakan manfaat utama bagi karbon biru, akan bergantung pada peningkatan pengelolaan akuakultur serta mengurangi dan menghentikan tekanan terhadap ekosistem bakau.

BACA JUGA: Republik Fiji Ingin Belajar Kelola Bambu dari Indonesia

Seperti kita ketahui, KTT Hutan Hujan tingkat Asia Pasifik atau Asia-Pacific Rainforest Summit (APRS) III di Yogyakarta mengangkat tema ‘Protecting Forests and People, Supporting Economic Growth’. KTT ini ditutup pada Rabu (25/4) dan dilanjutkan dengan studi lapangan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan ke Perhutanan Sosial tanaman dan penyulingan kayu putih di Wanagama Gunung Kidul.

Sedangkan untuk masalah Perhutanan Sosial (PS) / Hutan Adat (HA), didapati kesimpulan bahwa Pergeseran paradigma PS/HA, dari masyarakat hanya ke masalah yang lebih luas yang terkait dengan lembaga keuangan dan pasar.

BACA JUGA: Australia Dukung KLHK Siapkan Pusat Riset Gambut

Di tingkat dasar, beberapa contoh menunjukkan bahwa PS/HA juga bisa menjadi jawaban untuk masalah kepemilikan lahan. Meskipun beberapa pertanyaan masih ada, seperti bagaimana PS dapat mengembangkan kasus bisnis, cara inovatif harus dipertimbangkan dan dibina model bisnis inklusif untuk memastikan keadilan, proporsi keuntungan yang adil (pembagian manfaat). Penting untuk mempertimbangkan dampak sosial dan konservasi.

Paradigma baru untuk merevisi istilah di PS/HA untuk memasukkan masalah yang lebih luas, termasuk lanskap sosial dan geografis dan kapasitas masyarakat di PS/HA (manusia, alam, keuangan, fisik, modal sosial). Inklusi sosial, termasuk kesetaraan gender harus dipertimbangkan.

Menteri LHK Siti Nurbaya dalam sambutan penutupan KTT Hutan Hujan tingkat Asia Pasifik atau Asia-Pacific Rainforest Summit (APRS) III menyatakan percaya kepada setiap negara yang memiliki hutan hujan akan melaksanakan rencana kerjanya masing-masing sesuai dengan ketentuan yang ada.

“Terima kasih kepada para menteri yang hadir telah hadir, delegasi, pembicara, peserta yang telah hadir dan berpartisipasi aktif di APRS III ini,” kata Menteri Siti.(jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dunia Apresiasi Langkah Koreksi Pemerintahan Jokowi


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler