jpnn.com, YOGYAKARTA - Kebijakan tentang lahan gambut akan mempengaruhi keberlanjutan lahan gambut itu sendiri. Karena itu, kebijakan ini harus diterjemahkan ke dalam komitmen politik, tindakan koordinasi, pengaturan kebijakan serta penegakan hukum.
Banyak potensi dan peluang bagi negara-negara gambut untuk berkolaborasi melestarikan lahan gambut, belajar dari pengalaman masing-masing dalam mengelola lahan gambut, dan memulai implementasi roadmap secara bersama-sama untuk menyelamatkan lahan gambut dunia.
BACA JUGA: Australia Dukung KLHK Siapkan Pusat Riset Gambut
Hal ini merupakan salah satu hasil atau pesan dari pelaksanaan KTT Hutan Hujan Tropis tingkat Asia Pasifik atau Asia-Pacific Rainforest Summit (APRS) III yang diselenggarakan selama tiga hari, 23-25 April 2018 di Yogyakarta.
APRS III yang mengangkat tema ‘Protecting Forests and People, Supporting Economic Growth’ ditutup Rabu (25/4) dilanjutkan dengan studi lapangan ke Taman Nasional Gunung Merapi dan ke Perhutanan Sosial tanaman dan penyulingan kayu putih di Wanagama Gunung Kidul.
BACA JUGA: Pushidrosal Bantu Mengatasi Kasus Pencemaran di Balikpapan
Masih soal Gambut, identifikasi kebijakan ekonomi dan karakteristik masyarakat untuk pencegahan kebakaran dan restorasi lahan gambut diperlukan untuk menentukan strategi dan program untuk implementasi. Kebutuhan untuk mendekati pemangku kepentingan di lapangan dan informasi yang dapat dipercaya (biofisik, sosio-antropologis).
BACA JUGA: KLHK dan PP Muhammadiyah Kerja Sama Wujudkan Nawacita
Disepakati, pertukaran pengetahuan dan sharing informasi antar-ahli akan bermanfaat untuk menguatkan sistem yang dibuat pemerintah. Sistem Pemerintahan yang kuat diperlukan untuk memastikan pelaksanaan rencana tersebut.
Rekomendasi atau pesan lain dari KTT ini adalah aspek pengembangan ekowisata dan konservasi keanekaragaman hayati. Ekowisata adalah kegiatan rekreasi yang bertanggung jawab dan mendorong konservasi serta melestarikan keanekaragaman hayati dan harus memberikan pendidikan atau pengetahuan lingkungan bagi wisatawan dan masyarakat setempat.
Untuk mencapai tujuan utama ekowisata tersebut, hubungan baik antara pemerintah, otoritas konservasi / kawasan lindung, sektor swasta, masyarakat lokal, ahli, ilmuwan, LSM, CSO, media dan pemangku kepentingan dalam kegiatan pariwisata perlu dikembangkan dan dipertahankan dalam semua aspek. Masyarakat lokal sekitar objek wisata adalah subjek pengembangan ekowisata.
Investor swasta dan penyandang dana lainnya yang tertarik untuk membiayai pembangunan berkelanjutan, rehabilitasi lahan, dan konservasi keanekaragaman hayati dapat menjadi sumber modal untuk pengembangan ekowisata.
Untuk itu, promosi yang efektif menjadi keharusan, yang didalamnya memuat pesan konservasi keanekaragaman hayati dan ekowisata yang berkelanjutan. Pengembangan kapasitas masyarakat lokal terutama keterampilan dan pengalaman dalam perencanaan, manajemen bisnis, manajemen keuangan, pemasaran, dan penelitian dan pengembangan produk, serta sertifikasi profesi pemandu wisata yang sesuai perlu ditingkatkan.(jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Selidiki Pipa Pertamina Bocor, KLHK Terjunkan Tim Penyela
Redaktur : Tim Redaksi