jpnn.com, JAKARTA - Sistem penyiaran di Indonesia harusnya mengikuti Australia. Di Australia, kata Mantan Wakil Ketua Dewan Pers Sabam Leo Batubara, DPR menjadi penentu kebijakan, pengatur, pengawas dan pengendali penyiaran, bukan pemerintah.
Nantinya, lanjut Leo, DPR akan memberikan kewenangan kepada KPI sebagai lembaga independen yang akan mengawasi pedoman perilaku penyiaran dan standar program penyiaran.
BACA JUGA: Kampung Melayu Dibom, Inggris dan Australia Keluarkan Travel Advisory
"KPI harus independen artinya lepas dari aneka ragam kepentingan politik di fraksi," ujar Leo dalam diskusi RUU Penyiaran di Jakarta, Rabu (7/6).
Dia juga menyoroti peran pemerintah yang sangat besar dalam penyiaran. Status Menkominfo sebagai penentu kebijakan, pengatur, pengawas dan pengendali penyiaran tidaklah konstitusional.
BACA JUGA: Lagi, Propaganda ISIS Libatkan Bocah
Sementara Ketua Lembaga Pengembangan Pemberdayaan Masyarakat Informasi Indonesia (LPPMI) Kamilov Sagala mengatakan, RUU Penyiaran ini memiliki kecenderungan untuk membentuk struktur monopoli baru di bidang penyiaran.
"Dengan ditetapkannya single mux operator, ditakutkan akan muncul sistem monopoli, di mana hak penyiaran hanya akan dipegang oleh RTRI (Radio Televisi Republik Indonesia). Hal ini tentunya bertentangan dengan UU Antimonopoli," ujar Kamilov.
BACA JUGA: Kelompok Penerbang Roket Segera Menginvasi Australia
Menghindari monopoli itu, ATVSI yang diwakili Sekjen Neil R Tobing memberikan masukan kepada DPR untuk jadi pertimbangan penyusunan RUU Penyiaran. Ada tujuh poin yang ditekankan yaitu Rencana Strategis Jangka Panjang, Pembentukan Asosiasi, Penentuan Model Migrasi, Durasi Iklan Komersial, Aturan Iklan Rokok, Persentase Siaran Lokal dan Perizinan.(esy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Denda Rp 300 Juta Lantaran Berbohong
Redaktur & Reporter : Mesya Mohamad