jpnn.com, JAKARTA - Indonesia menyerukan penguatan kemitraan global untuk mendukung pembangunan ekonomi negara-negara kurang berkembang (least-developed countries/LDC) dalam pertemuan Fifth UN Conference on the Least Developed Countries (LDC5) di Doha, Qatar, 5-9 Maret 2023.
Dalam pernyataan nasional Indonesia di forum itu, Duta Besar RI untuk Qatar Ridwan Hassan selaku Ketua Delegasi RI mengatakan bahwa LDC masih menghadapi berbagai tantangan, seperti terbatasnya kapasitas produksi, kemampuan fiskal yang kurang memadai, tekanan utang, dan kurangnya akses terhadap teknologi.
BACA JUGA: PPP Bahas Isu Politik Global Hingga Pemilu Bersama Dubes Amerika Serikat
Kondisi negara-negara kurang berkembang itu diperparah dengan pandemi COVID-19 dan berbagai tantangan multidimensi lainnya, termasuk perubahan iklim serta kerawanan pangan dan energi.
“Adopsi Doha Programme of Action 2022 merupakan bukti komitmen kolektif kita untuk mendukung LDC. Namun, kita perlu bekerja keras untuk memastikan implementasi efektifnya,” kata Ridwan, dalam keterangan tertulis dari Kemlu RI, Jumat.
BACA JUGA: Perekonomian di Bali Mulai Pulih, Sandiaga Uno Targetkan Pelaku UMKM Go Global
Untuk mendorong pembangunan di negara-negara tersebut, Indonesia mengusulkan tiga hal.
Pertama, menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pendanaan pembangunan di LDC.
BACA JUGA: Menteri Siti Nurbaya dan CEO WRI Global Pelajari Eksosistem TN Komodo
Saat ini, negara-negara kurang berkembang menghadapi keterbatasan pendanaan, baik dalam bentuk investasi asing langsung (FDI) maupun bantuan pembangunan.
Karena itu, Indonesia menilai dunia perlu mendukung LDC dengan memberi bantuan pembangunan, investasi, dukungan teknis, inovasi model pendanaan, dan pembebasan tekanan utang.
“Di bawah Presidensi Indonesia, G20 sepakat untuk meningkatkan pendanaan campuran (blended finance) kepada negara-negara berkembang, termasuk LDC,” kata Ridwan.
Kedua, Indonesia menegaskan pentingnya memajukan pembangunan sumber daya manusia di LDC.
Besarnya populasi usia muda di negara-negara kurang berkembang menjadi aset berharga yang harus dikembangkan, antara lain melalui pelatihan dan pendidikan yang berkualitas dan inklusif.
Selama ini, Indonesia turut aktif memberikan bantuan kapasitas kepada LDC.
Ketiga, Indonesia mengutarakan perlunya memperkuat kemitraan Utara-Selatan, Selatan-Selatan, dan Kerja Sama Triangular.
Kerja sama tersebut harus berdasarkan permintaan dari LDC dan mengusung prinsip solidaritas, inklusivitas, kesetaraan, dan leave no one behind.
“Pandemi mengajarkan kita bahwa tidak ada satu pun negara yang sanggup menghadapi tantangan global sendirian. Solidaritas, inklusivitas, kerja sama, dan kemitraan adalah kunci untuk mengatasi tantangan global. Mari gunakan kesempatan ini untuk memperkuat kemitraan global untuk dukung LDC,” kata Ridwan.
Saat ini, ada 46 negara yang termasuk dalam kategori LDC: 33 negara di Afrika, sembilan negara di Asia, tiga negara di Pasifik, dan satu negara di Karibia.
Pertemuan UN Conference of the Least Developed Countries itu diselenggarakan setiap 10 tahun sekali sejak 1981 untuk memobilisasi dukungan internasional terhadap pembangunan ekonomi LDC.
Konferensi kelima (LDC5) antara lain dihadiri oleh perwakilan dari 131 negara, termasuk 25 negara yang diwakili pejabat setingkat kepala negara/pemerintah, dan 21 organisasi internasional.
Delegasi RI pada konferensi LDC5 dipimpin oleh Dubes RI untuk Qatar dan terdiri dari perwakilan dari Kemlu, Kementerian PPN/Bappenas, dan KBRI Doha. (ant/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif