jpnn.com - JAKARTA - Indonesia berkepentingan untuk meningkatkan volume perdagangan dengan anggota-anggota Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik (APEC). Harapannya, defisit neraca perdagangan dengan negara APEC yang mencapai USD 7 miliar dapat ditekan.
Pekan depan Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) APEC. Wakil Menteri Perdagangan Bayu Krisnamurthi menyebutkan, APEC merupakan kawasan yang sangat penting bagi Indonesia. Tahun lalu ekspor Indonesia ke 21 anggota APEC mencapai USD 139,9 miliar atau sekitar 69,8 persen dari total ekspor Indonesia.
BACA JUGA: Pengaruh Iklim, Produksi Sawit Turun
Dari nilai itu, kontribusi ekspor terbesar diperoleh dari sektor nonmigas, yakni USD 103 miliar. Komoditas utamanya adalah karet dan minyak kelapa sawit. Sedangkan di sektor migas, Indonesia mengekspor gas alam, batu bara, dan minyak mentah.
Meskipun ekspor cukup besar, lanjut Bayu, Indonesia masih defisit USD 7 miliar. "Pada pertemuan KTT APEC nanti kami akan membawa kepentingan Indonesia, khususnya dalam menggenjot ekspor," katanya di kantornya, JUmat (27/9).
BACA JUGA: Pemerintah Optimistis Bisa Tekan Konsumsi BBM
Bayu menjelaskan, negara-negara APEC merupakan pasar potensial karena mencakup 40 persen populasi global atau sekitar 2,8 miliar penduduk. Sedangkan perputaran perdagangan dan investasi dari dan ke APEC mencapai 45 persen dari total perdagangan dunia.
Dari potensi itu, Indonesia berharap dapat terus meningkatkan perdagangan. Dia mengungkapkan, hal tersebut jauh lebih mudah ketimbang harus menjajaki pasar baru. Dia menjelaskan, produk Indonesia sudah dikenal di negara-negara APEC. Hal itu sangat memudahkan pengusaha yang ingin mengekspor produknya. Sedangkan jika membuka pasar baru, menurut dia, masih banyak penyesuaian dan pertimbangan yang harus dilakukan.
BACA JUGA: KAI Datangkan 60 Gerbong KRL Bekas Dari Jepang
"APEC ini sangat bermanfaat. Semua negara anggotanya pasti menerima manfaatnya. Tapi, ada catatan, karena manfaatnya merata, negara-negara besar tumbuh dan negara-negara kecil tumbuh. Jadi, masih ada kesenjangan yang sangat dirasakan antaranggota APEC," terangnya.
Selain itu, masih banyak tantangan yang harus dihadapi oleh negara-negara APEC. Misalnya saja yang terkait dengan infrastruktur penunjang perdagangan. Berdasar data dari Kementerian Perdagangan, rata-rata biaya proses ekspor dan impor negara-negara APEC pada 2008 sebesar USD 878 per kontainer dan saat ini sudah mencapai USD 910. Semakin mahalnya biaya tersebut menunjukkan bahwa pembangunan infrastruktur lebih lambat daripada pertumbuhan perdagangan. (uma/c11/sof)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Solusi Atasi Kepadatan Bandara
Redaktur : Tim Redaksi