jpnn.com, JAKARTA - Menteri LHK Siti Nurbaya menegaskan bahwa implementasi agenda perubahan iklim di Indonesia tidak tertinggal dibanding negara lain.
Berbagai contoh best practices d iantaranya dalam penyelesaian status hutan adat, hutan sosial, pengendalian kebakaran hutan, dan restorasi gambut.
BACA JUGA: KLHK Jelaskan Penanganan Pencemaran 3 Sungai Besar
Menteri Siti menyampaikan perbandingan, pemanfaatan lahan di Provinsi Kalimantan Timur yang dilakukan dengan baik, dan memperhatikan lingkungan (sustainable), mampu menahan karbon sekitar lebih dari 30 juta ton.
Apabila seluruh industri besar disana sejumlah 2.000 menerapkan hal serupa, maka bisa menahan hingga 300 juta ton.
BACA JUGA: Peran DPRD Wujudkan 3 Pilar Pembangunan Berkelanjutan Daerah
“Bayangkan apabila seluruh provinsi menerapkan hal yang sama, beberapa bahkan sudah memulai juga. Kita mempunyai mandat harus menyelesaikan kira – kira 2,8 Giga Ton sampai dengan tahun 2030, sekarang sudah 890 juta ton. Berarti kita sebetulnya maju, kita menapak maju, dalam perjalanannya, dan ini harusnya dengan segala modal praktek yang ada, harusnya bisa disampaikan juga ke dunia internasional,” tutur Menteri Siti pada “Pertemuan Pleno Delegasi RI pada COP-24/CMP-14/CMA1.3 UNFCCC, Katowice, Polandia, di Jakarta, (23/11).
Pertemuan para negara pihak UNFCCC ke-24 (the twenty-fourth session of the Conference of the Parties/COP24/CMP14/CMA1.3) akan dilaksanakan di Katowice, Polandia, 2 – 14 Desember 2018.
BACA JUGA: Indonesia Sampaikan Strategi Hapus Merkuri di COP-2 Jenewa
Melalui side event, ataupun perundingan – perundingan di luar negosiasi, Indonesia dapat menunjukkan apa yang sudah dilakukan dalam pengendalian perubahan iklim.
Agenda-agenda di Paviliun Indonesia juga dapat bermanfaat untuk menunjukkan progres yang telah dilakukan oleh seluruh lapisan di Indonesia.
Lebih lanjut, Menteri Siti juga menegaskan bahwa Indonesia perlu mengambil sikap yang lebih agresif lagi, terutama untuk outreach internasional. Karena sudah banyak inisiatif dan inovasi pengendalian perubahan iklim di Indonesia.
“Kita ini sebetulnya dalam implementasi agenda perubahan iklim tidak tertinggal. Jadi sekarang kita bukan hanya aware, yaitu waspada dan memahami perubahan iklim lalu bersikap. Sekarang kita sudah harus advokasi, apa yang perlu dilakukan oleh negara lain. Jadi sekali lagi, kita ajak orang aware, appeal, ask, act, dan advocate,” tegasnya.
Terkait hal ini, Menteri Siti menyampaikan bahwa beberapa waktu lalu sejumlah pejabat United Nation Environment Programme (UNEP) berkesempatan melihat langsung pengelolaan sampah di Kota Surabaya.
“Mereka surprised, karena banyak yang sudah dilakukan, misalnya tiket bus menggunakan lima botol plastik, sebelumnya itu hanya ada di Sidney dan Turki, dan sekarang ada di Surabaya. Ada juga hotel di Bali yang sudah dua bulan tidak menggunakan pipet plastik lagi, tetapi pakai pipet kertas, ada yang dari kaca juga. Jadi sebetulnya sudah banyak, dan itu baru contoh kecilnya saja,” ujar Menteri Siti.
Indonesia memiliki target untuk memanfaatkan agenda di event-event yang terkait dengan perundingan, maupun side event untuk meningkatkan profil kiprah Indonesia di forum internasional.
Sejak 2015, arah kebijakan Indonesia dalam Pengendalian Perubahan Iklim ini adalah ketahanan iklim (climate resiliance), dan keadilan. Hal tersebut menekankan kekuatan daya adaptasi bangsa yang disebut ketahanan nasional, dan hal itu yang menjadi pegangan.
“Jadi, yakinkan bahwa Indonesia tidak terpengaruh apapun yang terjadi di dunia, karena kita mempunyai ketahanan nasional, dan basic mandat dalam konstitusi untuk bangsa Indonesia,” pungkasi Menteri Siti.
Peserta pertemuan Pleno Delegasi RI terdiri dari Utusan Khusus Presiden untuk Perubahan Iklim Rachmat Witoelar, Dewan Pengarah Pertimbangan Perubahan Iklim Sarwono Kusuma Atmadja, Duta Besar RI untuk Polandia Peter F. Gontha, Penasehat Senior Menteri LHK, , Pejabat Eselon I KLHK, pejabat dari Kementerian/Lembaga, dan Anggota DELRI lainnya dari Kementerian/Lembaga, LSM/CSO, Pemerintah Daerah, Pihak Swasta, Perguruan Tinggi, kalangan Media, dan pemangku kepentingan lainnya.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Perhutanan Sosial Jadi Fokus Aksi Mitigasi Perubahan Iklim
Redaktur & Reporter : Natalia