Perjanjian perdagangan bebas Indonesia-Australia atau IA-CEPA yang telah diratifikasi kedua negara akan mulai berlaku dalam beberapa bulan ke depan. Salah satu isu yang cukup mengganjal selama proses negosiasi yaitu visa bagi turis RI yang ingin ke Australia.
Selama ini Indonesia memberlakukan Visa On Arrival (VOA) bagi turis asal Australia. Visa jenis ini berlaku 7 sampai 30 hari terhitung dari saat kedatangan. Visa 7 hari dikenakan biaya $US 10 (Rp 140 ribu) dan visa 30 hari seharga $US 25 (sekitar Rp 240 ribu).
BACA JUGA: Presiden Jokowi Berpidato dalam Bahasa Indonesia di Parlemen Australia
Artinya, turis Australia yang mau ke Indonesia cukup datang dengan membawa paspornya. Mereka bisa mengurus VOA di bandara kedatangan.
Kemudahan semacam ini tidak berlaku sebaliknya. Dan Presiden RI Joko Widodo merasa hal itu sebagai "tidak fair".
BACA JUGA: Akhiri Puasa Bicara, Anggota Bali Nine Ajukan Tuntutan ke Jokowi
"Visa On Arrival seharusnya berlaku timbal-balik dan adil," katanya seperti disampaikan kepada media The Australian.
Dalam keterangan pers bersama pada hari Senin (10/2/2020) usai pembicaraan bilateral dengan Presiden Jokowi di gedung Parlemen Australia, PM Scott Morrison melontarkan janji terkait hal ini.
BACA JUGA: Kebakaran Hutan Selesai, Sydney Bersiap Hadapi Banjir
"Hari ini kami sepakat untuk memasukkan elemen baru sebagai bagian dari implementasi (IA-CEPA)," ujar PM Morrison.
"Kami cukup lega karena Mendagri Australia bersama mitranya di Indonesia akan menindaklanjuti bagaimana cara menyederhanakan dan menyelaraskan isu entry ke Australia (bagi turis Indonesia)," tambahnya.
Rupanya, isu ini benar dikemukakan oleh pihak Indonesia dalam pembicaraan bilateral tersebut. "Pernah terlibat genosida?" Photo: Salah satu syarat mendapatkan visa untuk bisa masuk ke Australia yaitu mengisi puluhan lembar dokumen, termasuk uji karakter yang antara lain menanyakan apakah pemohon pernah terlibat genosida dan kejahatan seksual. (Istimewa)
Bagi turis asing yang ingin berkunjung ke Australia, ada sejumlah negara yang mendapatkan perlakuan khusus. Misalnya negara-negara yang dikategorikan berhak mendapatkan visa turis melalui jalur eVisitor.
Ada 35 negara Eropa yang berhak mendapatkan visa turis gratis atau tanpa biaya melalui jalur eVisitor. Termasuk negara seperti Latvia, Estonia, Malta.
Selain itu, ada pula visa turis melalui jalur electronic travel authority atau ETA, yang berbiaya 20 dolar. Hanya 8 negara yang masuk kategori ini, yaitu Brunei Darussalam, Kanada, Hong Kong, Jepang, Malaysia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat.
Turis dari negara-negara tersebut diperbolehkan tinggal di Australia hingga 3 bulan lamanya dan dapat memperpanjangnya secara online.
Sebaliknya, turis Indonesia yang ingin berkunjung ke Australia harus melewati proses permohonan visa yang tidak sederhana.
Selain harus membayar biaya 145 dolar dan menunjukkan bukti buku tabungan, pemohon visa juga harus memenuhi syarat kesehatan, syarat kelakuan baik, dan asuransi kesehatan.
Waktu yang dibutuhkan untuk memproses visa turis saat ini antara 17 sampai 28 hari. Dan, kalau permohonannya ditolak, biaya yang dibayarkan dianggap hangus.
Pemohon yang lulus bisa mendapatkan visa 3 hingga 12 bulan masa berlakunya.
Dalam formulir kelakuan baik yang harus diisi tersebut, ditanyakan berbagai hal termasuk apakah pemohon pernah terlibat genosida dan kejahatan seksual.
Selain itu, ditanyakan pula apakah pemohon terkait dengan organisasi yang bisa menjadi ancaman bagi keamanan masyarakat. Turis Australia yang terbanyak Photo: Bermain ayunan di Ubud, Bali, merupakan salah satu atraksi wisata yang banyak diminati turis Australia. (Istimewa)
Pertimbangan memberi VOA bagi turis Australia yang ke Indonesia tentu saja dengan mempertimbangkan besarnya jumlah kunjungan setiap tahun.
Menurut laporan Indonesia Institute Inc yang dikutip watoday.com, turis Australia kembali menjadi nomor satu sebagai wisatawan asing terbanyak ke Bali sepanjang tahun 2019.
Padahal sejak tahun 2017, posisi tersebut ditempati oleh turis asal China.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Bali menyebutkan, jumlah turis Australia di sana mencapai 1.062.039 orang pada 2017 dan meningkat menjadi 1.169.215 orang pada 2018.
Laporan kedatangan di Bandara I Gusti Ngurah Rai menyebutkan, pada 2019 jumlah turis Australia meningkat lagi menjadi 1.230.133 orang.
Sementara turis China pada tahun yang sama berjumlah 1.196.497 orang atau turun sekitar 15 persen dari 1.380.687 orang pada 2018.
Sebaliknya, data tahun 2019 menunjukkan jumlah turis Indonesia yang bepergian ke luar negeri mencapai 9,1 juta orang - hanya 1,7 persen yang berkunjung ke Australia.
Padahal, puluhan negara telah memberikan status bebas visa atau VOA bagi para turis Indonesia yang ingin berkunjung ke negara mereka.
Simak berita-berita menarik lainnya dari ABC Indonesia.
BACA ARTIKEL LAINNYA... Dokter yang Ungkap Mewabahnya Virus Corona di Tiongkok Meninggal Dunia