Ketua Gabungan Pengusaha (GP) Farmasi Johannes Setijono menuturkan saat ini pemerintah sedang menggalakkan Program Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Program itu tentunya bakal meningkatkan kebutuhan obat khususnya jenis generik.
"Itu bisa mengerek industri farmasi dan peralatannya tumbuh double digit tahun ini," terangnya saat ditemui pada pembukaan pameran Convention on Pharmaceutical Ingredients Southeast Asia (CPhI SEA) di Jakarta, Rabu (20/3).
Berdasarkan data GP Farmasi omzet industri farmasi tahun lalu mencapai Rp 46 triliun. Tahun ini, Johannes memprediksi bisa tumbuh 15 persen atau sekitar Rp 69 triliun.
Ia berharap peluang itu bisa dibaca oleh industri farmasi lokal. Ia mengungkapkan saat ini utilisasi industri farmasi mencapai 50 persen. Ia menghimbau, mulai saat ini perusahaan lokal harus bersiap menambah kapasitas pabrik. "Sebelum pasar direbut oleh obat impor," ujarnya.
Pada kesempatan yang sama, Wakil Sekjen Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia Kendrariadi Suhanda menuturkan masih ada kendala yang harus dihadapi oleh industri farmasi lokal yakni masalah bahan baku. Pasar domestik belum mampu memasok bahan baku industri farmasi.
"Saat ini 95 persen bahan baku diimpor dari India, Tiongkok, dan Eropa," ujarnya. Tahun lalu impor bahan baku obat mencapai Rp 11,4 triliun atau naik 8,5 persen dibandingkan 2011 yang mencapai Rp 9,59 triliun.
Beberapa perusahaan telah mulai melihat peluang itu. Misalkan saja Soho Group. Perusahaan itu sedang membangun pabrik produk steril dengan kapasitas 35 juta unit per tahun. Selain itu juga terdapat PT Indofarma yang bakal meningkatkan kapasitas produksi menjadi tiga kali lipat dari kapasitas saat ini. (uma)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kawasan Transmigrasi Didorong Jadi Sentra Produksi Pangan
Redaktur : Tim Redaksi