jpnn.com, JAKARTA - Industri hulu migas memiliki peran penting dalam mengembangkan inovasi teknologi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas dalam produksi petrokimia.
Dengan begitu, nilai strategis industri hulu migas sangatlah penting dalam industri petrokimia dan bisa mempengaruhi ketersediaan dan harga bahan baku, serta kemampuan industri petrokimia untuk memenuhi permintaan pasar.
BACA JUGA: SKK Migas Konsisten Bina Penyedia Barang dan Jasa Penunjang Hulu Migas
Ketua Umum Federasi industri kimia Indonesia Suhat Miyarso mengatakan industri petrokimia, yang masuk kategori industri hijau, memegang peranan penting untuk perkembangan industri dalam negeri.
Pasalnya, berbagai produk petrokimia diperlukan untuk produk-produk sektor hilir, dari furniture rumah tangga, pipa air, kabel listrik, kemasan makanan dan minuman, otomotif, perlatan medis, perlengkapan pertanian, hingga alat perikanan.
BACA JUGA: Laba Besar Pertamina Bermanfaat Untuk Negara dan Masyarakat
Adapun, Kementerian Perindustrian juga terus mendorong penghiliran di industri petrokimia.
Upaya ini dinilai strategis karena dapat menghasilkan bahan baku primer untuk menopang banyak industri manufaktur hilir penting seperti tekstil, otomotif, mesin, elektronika, dan konstruksi.
BACA JUGA: KM Sinabung Milik PELNI Jadi Akomodasi Gratis Selama KTT ASEAN Berlangsung
Hingga Oktober 2022, kinerja ekspor dari industri kimia menunjukkan capaian yang gemilang, yakni sebesar USD18,5 miliar atau naik 20% jika dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, sedangkan pada 2023 ditargetkan USD25 miliar.
Adapun, kapasitas produksi petrokimia nasional saat ini berkisar 7,1 juta ton per tahun (2022) dan impor produk kimia yang juga masih sangat signifikan, yaitu mencapai 4,6 juta ton pada 2020.
Pertamina sendiri sudah memasang target untuk menaikkan kapasitas produksi petrokimia dari sekitar 1,66 juta ton pada 2022, menjadi 8 juta ton pada 2027 melalui sejumlah proyek.
Pemerintah menargetkan Indonesia bisa menjadi negara produsen petrokimia nomor satu di Asean.
Kebutuhan petrokimia nasional terus meningkat seiring dengan pertumbuhan industri manufaktur dan sektor konstruksi di Indonesia.
Beberapa faktor seperti permintaan pasar, produksi petrokimia domestik, harga bahan baku, dan persaingan global juga dapat mempengaruhi volume kebutuhan petrokimia di Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto pun sempat menyinggung peran penting industri hilir migas di sela-sela sebuah forum internasional pada 2021.
Airlangga menilai sektor itu menjadi bagian dalam peningkatan multiplier effect bagi industri hilir seperti pupuk dan petrokimia.
“Kementerian ESDM sudah memberikan dukungan harga gas pada industri tertentu agar kompetitif sehingga banyak sektor hilir yang mampu bersaing dan mengekspor produknya. Kebijakan tersebut perlu diapresiasi dan diharapkan hilir dari kegiatan hulu migas dapat berkembang sehingga tidak hanya berkontribusi pada pendapatan negara, tetapi juga memberikan efek penciptaan lapangan pekerjaan dan mendorong ekonomi makro," ujar Airlangga dalam The 2nd International Convention on Indonesian Upstream Oil and Gas 2021” (IOG 2021), di Bali Nusa Dua, Selasa (30/11).
Klaster industri petrokimia memang menjadi salah satu prioritas pemerintah Indonesia dalam program industri 4.0.
Sektor itu turut menjadi fondasi industri nasional seperti tertuang dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 2015 tentang Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) 2015-2035.(chi/jpnn)
Redaktur & Reporter : Yessy Artada