JAKARTA - Pangsa pasar yang masih belum banyak tergarap, memacu pertumbuhan signifikan bisnis jamu di tanah air. Gabungan Pengusaha Jamu Indonesia (GP Jamu) Indonesia mencatat nilai penjualan produk jamu di dalam negeri pada semester pertama 2012 diprediksi mencapai Rp 7 triliun, atau membukukan pertumbuhan sebesar 20 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sayangnya, dalam pertumbuhan yang positif tersebut, kini industri jamu dalam negeri tengah dihadapkan pada dua tantangan. Yang pertama adalah ketidaksiapan teknologi tinggi, dan kedua adalah serangan impor jamu dan farmasi illegal.
Ketua Umum GP Jamu Charles Saerang mengatakan, tren bisnis jamu di tanah air saat ini sebenarnya sedang masuk dalam fase baik. Akan tetapi, produsen jamu dari Indonesia yang belum mampu mengembangkan bahan baku natural.
"Padahal pasar luar negeri butuh suplai bahan berteknologi tinggi. Sayangnya Indonesia belum mampu memproduksi suatu produk yang sesuai dengan keinginan sejumlah negara," papar Charles di sela acara Indonesia-Czech Business Seminar kemarin (9/7).
Charles mengkhawatirkan, ketidaksiapan produsen jamu di dalam memproduksi bahan bermutu dan berteknologi tinggi, memicu iklim yang kurang bagus. Situasi itu pun bisa mengakibatkan adanya pelemahan ekspor jamu.
"Namun saya masih optimistis posisi penjualan jamu yang masih on the track. Bahkan, biasanya tren semester kedua lebih bagus dibandingkan semester pertama setiap tahunnya," ujarnya. Charles memasang target penjualan oleh industri jamu sepanjang 2012 bisa mencapai Rp 13 triliun. Atau tumbuh 13,04 persen, dibandingkan 2011 yang realisasinya sebesar Rp11,5 triliun.
Keoptimisan Charles tersebut dilandasi atas masih kecilnya porsi jamu yang diperuntukkan ekspor. Kontribusi jamu Indonesia yang dilempar ke pasar internasional hanya lima persen, dibandingkan dengan konsumsi di dalam negeri. "Kondisinya masih relative kecil. Dan tak jauh berbeda dengan tahun yang lalu," paparnya.
Masalah kedua yang dipaparkan Charles adalah merebaknya importasi produk jamu dan farmasi illegal, terutama asal Tiongkok. Menurutnya, kondisi itu bakal mengganggu pasar jamu dan farmasi di dalam negeri. Lantaran itu, Charles meminta apart terkait untk mengantisipasi peredaran produk impor illegal, yang tentu saja juga meresahkan pengusaha di dalam negeri.
"BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) seharusnya lebih tegas lagi melakukan sweeping. Jangan sampai sudah sweeping, ternyata tidak ada kelanjutannya," ujarnya.
Charles menuturkan, jika tak ada importasi illegal, sebenarnya potensi pasar jamu di dalam negeri bisa menyentuh angka Rp 25 triliun setiap tahun. Pertumbuhan industri jamu sangat positif jika dilihat dari tahun ke tahun. Misalnya saja, pada 2006, omzet industri jamu nasional lebih dari Rp 5 triliun. Sementara pada 2007, angka omzetnya bertambah lagi mencapai Rp 26 triliun. (gal)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kepemilikan Properti oleh Warga Asing Dibatasi
Redaktur : Tim Redaksi