Industri Otomotif Butuh Transisi Menuju BEV

Jumat, 15 Oktober 2021 – 22:35 WIB
Ilustrasi mobil listrik. Foto: dok for jpnn

jpnn.com, JAKARTA - Perubahan mobil dari mesin pembakaran internal (internal combustion engine/ICE) ke battery electric vehicle (BEV), dinilai akan mengubah struktur industri otomotif nasional.

Mulai dari pemanufaktur, pemasok komponen, hingga konsumen.

BACA JUGA: Bongkar Kelakuan Suami, Medina Zein: Beraninya Sama Cewek, Pengecut Lu!

Dari sisi industri mobil, Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) memandang, diperlukan transisi alami dari ICE ke BEV.

Seperti halnya pergeresan dari transmisi manual ke otomatis. Ini untuk menghindari dampak negatif perubahan struktur industri otomotif.

BACA JUGA: Hotel Milik Indonesia Ferry Property Berganti Nama

Dari sisi konsumen, harga BEV saat ini terlalu mahal, Rp600 juta, sedangkan daya beli masyarakat Indonesia untuk mobil masih di bawah Rp300 juta.

"Itu artinya, ada selisih Rp300 juta yang harus dipersempit untuk mendongkrak penjualan BEV," ujar Ketua V Gaikindo Shodiq Wicaksono dalam webinar Quo Vadis Industri Otomotif Indonesia di Era Elektrifikasi, Jumat (15/10).

BACA JUGA: LPEI Gotong Royong Tingkatkan Ekspor UKM Jawa Tengah

Dari sisi industri komponen, perubahan dari ICE akan BEV akan mendisrupsi 47% perusahaan.

Itu sebabnya, industri komponen lebih memilih transisi dari ICE ke mobil hibrida atau (hybrid elecric vehicle/HEV) dan plug-in hybrid electric vehicle (PHEV) sebelum masuk BEV.

Masa transisi ini dapat dimanfaatkan industri komponen untuk membangun kompetensi.

Shodiq menuturkan, Indonesia membutuhkan mobil listrik, seiring terus menurunnya pasokan bahan bakar fosil.

Kehadiran BEV bisa mendorong pertumbuhan ekonomi melalui industrialisasi EV.

Mobil listrik juga bisa menurunkn emisi gas buang. Apalagi, pemerintah sudah menetapkan target 25% mobil yang dijual pada 2025 merupakan mobil listrik.

Akan tetapi, dia menegaskan, ada sejumlah tantangan yang dihadapi dengan mengembangkan BEV.

Pertama, harga BEV masih mahal, yakni Rp600 jutaan, sedangkan daya beli konsumen masih di bawah Rp300 juta.

Alhasil, penetrasi pasar kendaraan listrik di Indonesia masih relatif rendah, belum mencapai 1% dari total pasar.

Tantangan lain, Shodiq Wicaksono melanjutkan, infrastruktur pengecasan baterai EV masih terbatas.

Adapun dari sisi industri, mobil listrik yang dipasarkan saat ini masih diimpor dalam keadaan utuh, belum dirakit atau dibuat di Indonesia.

Kemudian, kata dia, industri komponen utama baterai masih dalam proses pembangunan diperkirakan baru mulai berproduksi pada 2024.

Kesiapan masyarakat/konsumen untuk mengadopsi kendaraan dengan teknologi baru ini.

“Nilai jual kembali BEV juga menjadi tantangan, selain harga baterai masih mahal, yakni 40-60% dari harga kendaraan listrik). Selanjutnya, terwujudnya BEV perlu terintegrasi dengan eco industry, penelitian dan pengembangan, serta industri komponen pendukung,” ucap Shodiq.

Seiring dengan itu, perlu adanya transisi teknologi untuk mengurangi dampak perubahan struktur industri sebelum terjadi industrialisasi komponen BEV, seperti baterai, PCU/inverter, dan lain-lain.

Tujuannya agar BEV dapat berkontribusi terhadap perekonomian nasional dan menyerap tenaga kerja baru.

“Saya kira pengalihan teknologi kendaraan berbasis motor ke kendaraan listrik sebaiknya berjalan secara alami. Hal penting adalah tingkat permintaan pasar yang tepat sangat penting untuk mencapai skala ekonomi,” tutur Shodiq.

Pada prinsipnya, dia menyatakan, industri otomotif mendukung penuh BEV. Namun, ini membutuhkan transisi teknologi.

Sebab, ketika teknologi berubah dari mesin ICE ke motor listrik, komponen berubah.

Itu sebabnya, semua pihak harus mengurangi dampak negatif ini ke industri, terutama pemasok komponen.

Pada titik ini, dia menyatakan, transisi alami perlu berjalan mulus, sehingga tidak ada yang dirugikan. Hal ini terjadi saat pergeseran transmisi manual ke otomotif.

“Yang penting, semua bisa terakomodasi dengan baik,” kata dia.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler