Industri Padat Karya Dinilai Masih Belum Tertolong

Selasa, 26 Juni 2018 – 20:59 WIB
Investasi. Foto: pixabay

jpnn.com, JAKARTA - Anggota Fraksi Partai Golkar DPR RI Firman Subagyo mengatakan investasi memang penting untuk mengerakkan roda perekonomian.

Namun, dia mengingatkan kebijakan di Indonesia hari ini, membuat lupa mempertahankan industri yang sudah ada.

BACA JUGA: Jokowi Minta APBD Juga Biayai Padat Karya Tunai

Firman menyebut peningkatan pembangunan harus berdampak kepada peningkatan kesejahteraan rakyat. Bukan sebaliknya menciptakan keresahan masyarakat.

"Kebijakan ekonomi yang emosiaonal hanya memacu peningkatan investasi tanpa mempertahankan indutri dan tenaga yang sudah existing dan tenaga lerja lokal. Cepat atau lambat akan menuai kehancuran ekonomi nasional kita," ucap Firman.

BACA JUGA: Jokowi Targetkan Angka Kemiskinan di Bawah 10 Persen

Dia menyebut, industri dalam negeri harus diperkuat, dengan UMKM yang dimiliki.

Firman mencontohkan sawit dan tembakau yang jelas memberikan Rp 500 triliun pada pendapatan negara dan menyerap jutaan pekerja, tidak dijaga dan dihancurkan oleh industri lain.

BACA JUGA: Optimistis Padat Karya Tunai Dongkrak Peredaran Uang di Desa

"Ingat hancurnya perekonomian nasional karena hutang negara terlalu besar dan pertumbuhan hanya bergantung ekonomi makro investasi di pasar modal, dan UKM dan BUMN diabaikan," tutur Firman.

Senada, anggota fraksi Golkar lainnya, Eka Sastra, memandang upaya pemerintah untuk memperbaiki investasi patut diapresiasi dalam upaya mendorong perekonomian Indonesia dari sektor konsumsi ke sektor produktif.

"Tentu saja masih banyak yang harus dibenahi untuk semakin meningkatkan investasi. Yang perlu menjadi perhatian serius pemerintah adalah bagaimana memperbaiki iklim usaha di Indonesia, serta melibatkan masyarakat lokal dalam investasi tersebut agar investasi yang ada bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat," ungkap Eka.

Dia menuturkan, persoalan utama bangsa ini adalah pada ketimpangan yang tinggi yang mengundukasikan pertumbuhan yang kurang inklusif.

Karenanya, perlu upaya ekstra keras pemerintah dalam melibatkan masyarakat dalam semua investasi yang ada sebagai bentuk keberpihakan negara pada pertumbuhan yang lebih inklusif, yang dinikmati oleh semua, bukan hanya investor saja.

"Saat ini pemerintah sedang mengkampanyekan pendidikan vokasi yang dapat menyelesaikan masalah tidak terhubungnya antara lapangan kerja dan sektor usaha. Dengan pendidikan vokasi yang difasikitasi pemerintah, keahlian tenaga kerja dapat lebih ditingkatkan dan mendorong profesionalisme kerja untuk meningkatkan kinerja industri. Kinerja industri yang baik akan mengurangi PHK. Selain itu saat ini kita sedang menyiapkan RUU kewirausahaan yang dapat mendorong generasi bangsa menjadi pelaku usaha bukan menjadi pekerja," tegasnya.

Perlu diketahui, berdasarkan data yang dihimpun, kemerosotan industri antara lain bisa dilihat di Batam, daerah yang dirancang menjadi salah satu pusat industri.

Setiap tahun, paling sedikit satu pabrik berhenti beroperasi di berbagai kawasan industri. Di luar kawasan industri, kemerosotan terlihat pada sektor galangan kapal.

Dari 110 galangan dengan 250.000 tenaga kerja pada 2014, kini hanya lima galangan aktiv dengan total pekerja tidak sampai 22.000 orang.

Kemerosotan juga terlihat nyata pada industri rokok. Dalam periode 2006-2016, 3.195 pabrik rokok tutup dan sedikitnya 32.729 pekerja pabrik rokok dipecat.

Hampir seluruh pekerja yang dipecat adalah pelinting atau pekerja sigaret kretek tangan (SKT). Jumlahnya terus meningkat.

Para pekerja tidak punya keahlian lain karena buruh pelinting adalah orang-orang berketerampilan rendah yang tidak bisa dengan mudah mengganti pekerjaan. (rmo/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Blusukan ke Sawah, Presiden Jokowi Kehujanan Lagi


Redaktur & Reporter : Natalia

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler