jpnn.com, JAKARTA - Sejarah dunia mencatat bahwa bangsa yang menang perang adalah bangsa yang menguasai teknologi militer lebih unggul, memiliki insinyur militer lebih pintar dan memiliki industri militer yang lebih masif.
Demikian disampaikan oleh Rektor Universitas Pertahanan, Amarulla Octavian pada diskusi daring di kanal Youtube Balitbang Golkar.tv yang bertema 'Membangun & Mengembangkan Industri Pertahanan untuk Mendukung Pertumbuhan Ekonomi Nasional'.
BACA JUGA: Rudal Andalan Rusia Ini Belum Ada Obatnya, Pertahanan Amerika Tak Berdaya
Hadir juga dalam diskusi ini sebagai narasumber Wakil Ketua DPRRI Lodejwik Freidrich Paulus yang juga menjabat sebagai Sekjen DPP Partai Golkar, dan Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas Slamet Soedarsono.
Lebih jauh Amarulla menyampaikan, posisi perusahaan BUMN industri pertahanan Indonesia seperti PT Dirgantara Indonesia, PT PAL, PT PINDAD dan PT LUDIN, sangat menjanjikan dan mampu bersaing di pasar global.
BACA JUGA: Begini Peran Penting Komcad TNI dalam Sistem Pertahanan Semesta
Untuk itu, sangat strategis bila terus dikembangkan khususnya dalam mendukung pertahanan negara.
Dia juga menambahkan, bahwa fakta di lapangan industri pertahanan yang dinamis dapat mendorong banyak sub industri pertahanan sehingga bisa menjadi lokomoif kemajuan industri nasional, apalagi jika ada produk produk pertahanan yang bernilai ekonomis tnggi.
BACA JUGA: Presiden Palestina dan Menteri Pertahanan Israel Bertemu, Ini Hasil Pertemuannya
"Kita tahu seperti teknologi ponsel, laptop, dan juga internet, yang sekarang ini berkembang pesat dan digunakan oleh masyarakat modern, sesungguhnya berasal dari teknologi yang dikembangkan oleh militer. Oleh karena itu, pengembangan industri pertahanan yang modern dan mandiri di tanah air perlu didukung dan dilengkapi oleh semua pihak agar menjadi penggerak perekonomian nasional di masa mendatang," ujarnya.
Senada dengan Amarulla, Lodewijk F Paulus juga menunjukan perhatian dan dukungan yang besar DPRRI terhadap industri pertahanan dalam negeri.
Menurutnya, pengembangan industri pertahanan di Indonesia telah menjadi salah satu fokus DPR RI untuk penguatan pertahanan dan keamanan.
"Harapannya pada tahun 2024 kebutuhan alutsista kita dapat terpenuhi setidaknya untuk mencapai kekuatan esensial minimum (minimum essential force- MEF), untuk kemudian di tahun 2029 sebagaimana tertuang di dalam master plan industri pertahanan, Indonesia sudah bisa mencapai kemandirian dalam pengadaan alutsista," ujarnya.
Untuk itu menurut Lodewijk, dukungan DPR RI ini, terutama ditujukan untuk memastikan keberlanjutan industri pertahanan di tanah air.
Apalagi kekuatan militer Indonesia saat ini menempati peringkat 15 dari 140 negara di dunia sedikit di bawah Iran dan Turki, tetapi lebih baik daripada Jerman dan Australia.
Sayangnya berdasarkan data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI) (2020), selama tahun 2015-2019, Indonesia rata-rata berada pada posisi ke-17 sebagai negara pengimpor terbesar Alutsista, yakni sebesar 1,8% dari total dunia.
"Oleh karena itu dukungan legislatif terhadap industri pertahanan tanah air terutama terwujud dalam dukungan anggaran terhadap pertahanan negara. Tentunya, dukungan anggaran ini diharapkan mampu dibelanjakan di dalam negeri yaitu kepada industri pertahanan dalam negeri, bukan luar negeri," ujar Lodewijk.
Sementara itu, Slamet Soedarsono, Deputi Deputi Bidang Politik, Hukum, Pertahanan dan Keamanan Bappenas memandang bahwa peran industri pertahanan dalam mendukung perekonomian nasional, sangat strategis sekali.
"Peningkatan anggaran pertahanan berimplikasi pada peningkatan pertumbuhan ekonomi negara, terutama melalui pembangunan infrastruktur, human capital, teknologi, keamanan, dan juga investasi dan pertumbuhan ekonomi hingga ekspor," ujar Slamet.
Untuk itu, menurut Slamet, penting dibuat berbagai strategi seperti strategi penguasaan teknologi (alih teknologi), dan penguasaan industry pertahanan dari hulu ke hilir dengan mengintegrasikan konsistensi, kompetensi, kolaborasi, dan kontribusi industry pertahanan dalam negeri.
Menteri Perindustrian RI Agus Gumiwang Kartasasmita dalam pidatonya menyampaikan bahwa industri pertahanan tanah air diharapkan mendukung kemandirian penyediaan alutsista bagi TNI.
Selain itu, industri pertahanan juga diharapkan dapat mendukung kelancaran tugas TNI sebagai pengawal kedaulatan bangsa dan negara dan melaksanakan tugas-tugas perdamaian dunia maupun tugas-tugas kemanusiaan di tingkat regional dan global.
"Untuk membangkitkan industri pertahanan nasional inilah, modernisasi alutsista dapat dimanfaatkan sebagai salah satu cara melakukan investasi penguasaan teknologi melalui alih teknologi oleh industri pertahanan dari negara-negara pemasok alutsista seperti yang telah diatur Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan," ujar Agus.
Diskusi yang diselenggarakan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Golkar dan berlangsung sekitar dua jam, dimoderatori oleh Imam Supriyadi yang juga merupakan Ketua Bidang Hankam Balitbang DPP Partai Golkar.
Hadir pula dalam kesempatan tersebut Ketua Balitbang Golkar, Jerry Sambuaga yang memberikan sambutan pembuka dalam diskusi ini, dan Andi Bachtiar Sirang, sekretaris Balitbang Golkar memberikan sambutan penutup.
Dalam kesempatan tersebut, Jerry menilai bahwa saat ini sangatlah tepat untuk membahas mengenai industri pertahanan.
Mengingat industri pertahanan mampu ikut mendorong tumbuhnya industri-industri terkait dan menjadi sumber devisa negara.
"Pasca pandemi covid-19 ini, tentu kita perlu segera memulihkan perekonomian bangsa. Industri pertahanan dalam negeri dapat menjadi salah satu pendorong untuk pemulihan ini," ujar Wakil Menteri Perdagangan RI ini. (dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : Adil