jpnn.com, JAKARTA - Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (GAPRINDO) Muhaimin Moefti berharap pemerintah memikirkan secara matang dalam menentukan kebijakan terkait cukai rokok pada tahun depan.
Sebab, kenaikan cukai yang terjadi setiap tahun terus menggerus kinerja industri hasil tembakau seperti rokok.
BACA JUGA: Pengurangan Layer Tarif Cukai Bakal Dilakukan Bertahap
Saat ini, kinerja industri hasil tembakau sedang melemah selama beberapa tahun terakhir.
Nah, kenaikan cukai tersebut dinilai akan menambah terpuruk industri rokok dalam negeri.
BACA JUGA: Jangan Bicara Pengendalian Rokok Jika Butuh Penerimaan
”Volume sudah tidak tumbuh selama tiga tahun terakhir. Bahkan, lonjakan kenaikan cukai pada 2016 sebesar 15 persen telah mengakibatkan industri ini terpukul berat, yaitu turunnya volume produksi hingga dua persen,” ujarnya, Senin (24/7).
Moefti menyatakan, kenaikan cukai 2016 berdampak pada tidak tercapainya target penerimaan cukai rokok, yaitu hanya 97 persen.
BACA JUGA: Misbakhun: Ijon Cukai Mengganggu Kredibilitas APBN
Sedangkan pada semester pertama 2017 volume produksi industri sudah turun lima persen.
”Pada 2017 juga belum menunjukkan tanda-tanda positif bagi industri. Sebaliknya, di enam bulan pertama tahun ini, volume industri turun sekitar lima persen jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu. Hal ini terjadi sebagai imbas kenaikan tarif cukai rokok yang tahun ini rata-rata naik 10,54 persen,” ujarnya.
Sementara itu, Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja Rokok, Tembakau, Makanan, dan Minuman Sudarto menjelaskan, beban cukai yang semakin besar akan berdampak pada kemunduran industri.
Hal tersebut berdampak ada pengurangan tenaga kerja di industri hasil tembakau.
”Kebijakan cukai yang eksesif telah mengakibatkan industri hasil tembakau merumahkan para pekerjanya lantaran adanya penurunan produksi. Sepanjang 2013–2015, ada sekitar 20 ribu karyawan kehilangan pekerjaan,” terangnya. (agf/sof)
Redaktur & Reporter : Ragil