jpnn.com - SAMARINDA – Para pelaku industri sawit di Kalimantan Timur harus memerhatikan sejumlah aspek.
Salah satunya adalah persoalan emisi industri.
BACA JUGA: Pak Jokowi..DPR Beri Lampu Hijau soal RUU Redenominasi Rupiah
Program Manager WWF Indonesia Kaltimra Wiwin Effendy mengatakan, meski pemerintah terus berkeinginan mengembangkan perkebunan sawit, dampak tetap harus diperhatikan.
Yakni, dengan mengurangi emisi agar perkembangan ekonomi sejalan dengan keselarasan lingkungan.
BACA JUGA: Yakin, Uang Baru gak Akan Bisa Dipalsukan
Salah satu cara penurunan emisi yang bagus, ujar Wiwin, adalah dengan memanfaatkan gas metana, mengubahnya menjadi listrik.
Biasanya disebut Palm Oil Mill Effluent (POME), atau limbah cair berminyak. Nilai tambahnya, POME akan mengaliri listrik tak hanya di internal perusahaan, tapi juga ke lingkungan masyarakat di sekitarnya.
BACA JUGA: Peluncuran Uang Baru, Dirut BRI: Sangat Bermanfaat
Usulan itu sejatinya sejalan dengan kebijakan Kementerian ESDM.
Yakni kewajiban PT PLN wajib membeli listrik hasil pemanfaatan limbah sawit oleh perusahaan tersebut untuk dijual kepada masyarakat.
Wiwin menjelaskan, langkah berikutnya adalah dengan dengan memanfaatkan lahan yang bernilai konservasi tinggi.
Contohnya, bila ada lahan 10 ribu hektare (ha) pada suatu kawasan yang akan digarap, maka harus dinilai mana saja titik-titik yang tak boleh ditanami sawit.
“Sekarang pemerintah meningkatkan lagi kualitas Indonesia Sustainable Palm Oil (ISPO) yang akan dinaikkan menjadi Perpres. Isunya, yang akan ditambah ke dalamnya adalah perkebunan harus mulai mengidentifikasi, kawasan dalam konsesi perizinannya, yang diharuskan menjadi kawasan bernilai konservasi tinggi,” ungkap dia.
Dari sana, lanjut Wiwin, ada enam penilaian.
Yakni, penilaian terhadap keanekaragaman hayati, kemudian lanskap yang lebih luas, lalu nilai ekosistem, jasa lingkungan, sosial, dan budaya.
Bisa jadi lahan sepuluh ribu hektare dapat izin.
Namun, akhirnya yang diperbolehkan untuk beroperasi hanya tujuh ribu hektare.
“Itu seumpama disebabkan penilaian yang menemukan adanya kawasan bernilai keanekaragaman hayati tinggi. Karena ada berbagai unsur dalam suatu kawasan, seperti adanya satwa liar, tumbuhan, atau potensi kehidupan hewan liar yang perlu dilindungi,” ulas dia. (mon/man/k15/jos/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Gandeng Bank BUMN, KAI Terbitkan Kartu Pembayaran Railpay
Redaktur : Tim Redaksi