jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Center of Economic and Law (CELIOS) Bhima Yudhistira menilai ada maksud tersembunyi di balik PHK massal di sektor industri tekstil.
Dia menyebut para pelaku usaha seperti sengaja menunggangi isu resesi global yang berdampak terhadap turunnya permintaan pasar untuk melakukan PHK besar-besaran.
BACA JUGA: BKPM Sudah Tahu Duduk Perkara Isu PHK Besar-besaran di Industri Tekstil, Ternyata
Menurutnya, pelaku usaha terindikasi memanfaatkan PHK massal dengan dalih kinerja ekspor menurun untuk melakukan rekrutmen ulang pegawai atau outsourcing dengan upah yang lebih rendah daripada karyawan existing.
"Pelaku usaha juga diperkirakan menggunakan dalih PHK massal untuk meminta lebih banyak insentif yang selama ini tidak memiliki kejelasan antara hubungan insentif yang dinikmati perusahaan dengan kesejahteraan karyawan secara langsung," ujar Bhima melalui keterangannya ang diterima JPNN, Kamis (17/11).
BACA JUGA: Ekonomi Digital Bakal Terus Tumbuh, Meski Valuasi Turun & Diterjang Gelombang PHK
Merujuk catatan Badan Pusat Statistik (BPS), Bhima menjelaskan pertumbuhan industri pakaian jadi per kuartal III/2022 masih positif 8,09 persen year-on-year, sementara industri kulit dan alas kaki tumbuh 13 persen.
Adapun ekspor pakaian dan aksesoris pakaian (HS61) tumbuh 19,4 persen, pakaian dan aksesoris non-rajutan (HS62) tumbuh 37,5 persen, dan alas kaki (HS64) tumbuh 41,1 persen per September 2022.
The Footwear Distributors and Retailers of America (FDRA) juga mencatatkan rekor penjualan alas kaki (sepatu) di AS pada 2021 sebesar USD 100,7 miliar atau naik 20,5 persen year on year.
"Artinya, meskipun terjadi ancaman resesi, sebanyak 78 persen keluarga di AS ingin membeli sepatu baru sebagai respons atas mulai dibuka kembali sekolah tatap muka," kata Bhima.
Oleh karena itu, Bhima menduga di balik PHK massal itu ada upaya pengusaha meminta tambahan insentif dari pemerintah.
Sebenarnya, pemerintah telah melakukan relaksasi untuk industri tekstil saat pandemi Covid-19 melanda.
“Semuanya mendapatkan relaksasi berupa restrukturisasi pinjaman kredit perbankan hingga Maret 2023. Belum lagi penangguhan kenaikan upah minimum, diskon pajak, bantuan subsidi upah dan sebagainya,” tuturnya.
Bhima pun meminta pemerintah membuka laporan keuangan para pelaku usaha penerima insentif pajak.
"Hal itu agar transparansi kondisi keuangan perusahaan baik yang telah melakukan PHK massal, atau sedang proses persiapan PHK massal bisa diketahui oleh publik," tegas Bhima.(mcr28/jpnn)
Redaktur : Elvi Robiatul
Reporter : Wenti Ayu Apsari