Ekonomi Digital Bakal Terus Tumbuh, Meski Valuasi Turun & Diterjang Gelombang PHK

Rabu, 09 November 2022 – 16:34 WIB
Inflasi menghantui perekonomian global, tetapi ekonomi digital dinilai jadi solusinya. Ilustrasi: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Lippo Group John Riady menuturkan ekonomi digital akan terus bertumbuh meski valuasinya terjadi penurunan dan diterpa gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).

Fenomena ini terjadi  bukan karena pecahnya gelembung  yang nantinya akan merontokkan  pertumbuhan ekonomi digital, melainkan  adanya reposisi bagi investasi ke depan.

BACA JUGA: Lippo Group Bakal Terus Memanfaatkan Perubahan Teknologi untuk Berinovasi

“Fenomena siklikal yang terjadi akibat munculnya arus balik dari pertumbuhan cepat valuasi perusahaan teknologi digital,” ujar John, Selasa (8/11).

Berdasarkan Vantage Pada  Kuartal III - 2022, aliran investasi ke sektor teknologi digital kembali seret, pendanaan modal ventura ke startup di Asia Tenggara (Asean) hanya sekitar  USD 3,72 miliar atau  turun 36,4% secara year on year (yoy).

BACA JUGA: Resmi Melantai di Bursa Efek Indonesia, Blibli Torehkan Sejarah Baru

Bahkan, sejak Januari hingga September 2022, total investasi startup di  Asean hanya mencapai USD12,68 miliar, turun 16,4% yoy.

Sebaliknya, jumlah transaksi pendanaan baik secara kuartal maupun periode tahun berjalan justru mengalami kenaikan.

BACA JUGA: Gegara Ini Ratusan Santri & Ulama di Bantul Dukung Ganjar Pranowo jadi Presiden 2024

“Valuasi yang cenderung tinggi  itu telah memicu terjadinya inflasi nilai, yang  pada akhirnya terjadi penurunan valuasi secara cepat perusahaan-perusahaan teknologi digital,” kata John.

Di sisi lain, kondisi saat ini jauh berbeda dengan fenomena buble yang terjadi pada akhir 90’an, di mana aliran investasi jumbo masuk ke dalam sektor digital.

“Saat itu, bubble dotcom terjadi, valuasi turun, dan secara riil belum terdapat infrastruktur yang mendukung pengembangan lebih jauh. Saat ini, digitalisasi terjadi di semua lini, dan mengubah banyak pola kehidupan,” ungkapnya.

Saat situasi perekonomian global diprediksi bakal mengalami kontraksi akibat perang serta imbas pandemi, hal itu merembet kepada likuiditas serta investasi startup.

“Investor lebih hati-hati, tidak lagi sekadar euforia digital, melainkan cermat menggandeng mitra perusahaan teknologi digital,” tambahnya.

Lebih jauh, John mengatakan fenomena bubble yang saat ini terjadi merupakan ujian bagi para pelaku startup sekaligus investor.

“Bagi investor, di tengah ketidakpastian seperti saat ini, cenderung main aman apalagi sewaktu The Fed menaikkan suku bunga. Sedangkan bagi para pelaku startup, harus pintar mencari mitra investor yang bisa berkolaborasi secara strategis,” simpulnya.

Terkait prospek ke depan, John menilai ekonomi digital masih tetap cerah, terutama bagi Indonesia.

“Indonesia mengambil porsi lebih dari separuh Asean, kita punya populasi produktif yang sangat besar diiringi penetrasi internet cukup masif. Katalis lainnya, saat ini pembangunan infrastruktur sangat berhasil yang akan menumbuhkan berbagai pusat pertumbuhan baru secara nasional,” katanya.(chi/jpnn)


Redaktur & Reporter : Yessy Artada

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler