Inflasi Bisa Tembus 9 Persen

Rabu, 03 Juli 2013 – 01:42 WIB
JAKARTA - Keputusan pemerintah menaikkan harga BBM bersubsidi harus dibayar mahal. Ini terkait potensi kenaikan harga atau inflasi yang makin liar.

Kepala Ekonom Bank Dunia di Indonesia Ndiame Diop mengatakan, kenaikan harga BBM bersubsidi akan memicu inflasi temporer yang cukup tinggi. "Sampai akhir tahun, inflasi kami proyeksikan mencapai sembilan persen," ujarnya saat paparan laporan triwulan II perekonomian Indonesia, Selasa (2/7).

Tentu, proyeksi ini cukup mengejutkan karena jauh lebih tinggi dibandingkan perkiraan dan target selama ini. Sebagai gambaran, pemerintah menargetkan inflasi dalam APBN Perubahan 2013 di level 7,2 persen. Lalu, Bank Indonesia (BI) menyebut target awal inflasi 7,8 persen dan riset perbankan seperti Citibank memproyeksi angka 8,2 persen.

Berapa lama imbas inflasi akibat kenaikan harga BBM? Di sini, Bank Dunia juga berbeda dengan pemerintah. Sebelumnya, Menteri Keuangan Chatib Basri menyebut inflasi akan memuncak di Juli, lalu berangsur turun pada Agustus dan September, lantas kembali normal mulai Oktober.

Namun, menurut Diop, gejolak inflasi akibat kenaikan harga BBM akan terus berlangsung hingga akhir tahun ini. Bahkan, pada semester I 2014 pun masih akan terasa. "Dampak inflasi akan hilang setelah pertengahan 2014," katanya.

Meski demikian, lanjut dia, potensi inflasi hingga 9 persen tahun ini masih lebih rendah dibanding realisasi lonjakan inflasi ketika pemerintah menaikkan harga BBM beberapa tahun lalu. Misalnya, pada 2004, inflasi melesat hingga 17 persen dan 2007 mencapai 12 persen. "Jadi, secara umum, kondisi (inflasi Indonesia) saat ini lebih baik," ucapnya.

Sementara itu, BI dalam laporan terbarunya menyatakan bahwa inflasi Juni yang mencapai 1,03 persen sesuai dengan perkiraan berdasarkan Survei Pemantauan Harga (SPH) pada akhir Juni. Direktur Eksekutif Komunikasi BI Difi Johansyah mengatakan, BI juga memperkirakan dampak kenaikan harga BBM bersifat temporer yang berlangsung sekitar tiga bulan dengan puncaknya pada bulan Juli 2013, kemudian akan menurun pada bulan Agustus dan September.

"Perkiraan ini sudah menghitung pula pola musiman inflasi sejalan dengan kegiatan Ramadhan dan Idul Fitri, serta dampak lanjutan kenaikan harga BBM pada transportasi dan bahan pangan (volatile food)," jelasnya.

Pantauan BI menunjukkan, kenaikan harga BBM telah mendorong kenaikan harga-harga, terutama pada kelompok administered prices (harga yang diatur pemerintah) dan volatile food. Inflasi pada kelompok administered prices didorong oleh penyesuaian tarif Angkutan Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) sekitar 15 persen dan tarif Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP) rata-rata sekitar 17 persen. Adapun inflasi pada kelompok bahan pangan tercatat 1,18 persen (month-to-month) atau 11,46 persen (year-on-year).

Bagaimana tanggapan pemerintah? Wakil Menteri Keuangan Mahendra Siregar mengaku tidak khawatir dengan tingginya proyeksi inflasi dari Bank Dunia. Dia menyebut, inflasi inti hingga Juni masih terjaga.

"Kenaikan harga beberapa barang saat ini lebih disebabkan faktor (kurangnya) pasokan. Kalau itu bisa diatasi, konsekuensinya tidak terlalu bermasalah," jelasnya.

Pernyataan senada disampaikan Menteri Koordinator Perekonomian Hatta Rajasa. Menurut dia, suplai barang kebutuhan pokok menjadi kunci untuk meredam lonjakan inflasi. "Pemerintah akan memastikan ketersediaan pasokan dan distribusi barang terjaga," katanya. (Owi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Dahlan Iskan Minta alat RFID Dipasang Usai Lebaran

Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler