JAKARTA - Alarm bahaya inflasi mulai menyala. Ini terkait dengan tren tingginya indeks harga konsumen (IHK) sepanjang awal tahun ini.
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, realisasi inflasi sepanjang Februari 2013 yang mencapai 0,75 persen menunjukkan naiknya harga-harga komoditas pada Januari lalu masih berlanjut di Februari. "Khusus untuk periode Februari, angka 0,75 persen ini yang tertinggi sejak 2003," ujarnya Jumat (1/3).
Data BPS menunjukkan, angka inflasi Februari pernah mencapai titik tertinggi pada periode Februari 2002 ketika mencapai 1,5 persen. Namun setelah itu, tren inflasi Februari selalu rendah. Bahkan, pada 2004 dan 2005 justru mengalami deflasi.
Menurut Suryamin, perubahan pola inflasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) mulai Januari 2013 yang tagihannya dibayar pada Februari 2013.
Selain itu, harga komoditas hortikultura juga mengalami lonjakan cukup signifikan. "Ini karena pembatasan impor hortikultura, akibatnya harga naik tinggi," katanya.
Jika dirinci, dari inflasi 0,75 persen, sumbangan terbesar memang diberikan oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 0,49 persen. disusul kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar sebesar 0,19 persen. Adapun kelompok Sandang menjadi satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi, yakni sebesar - 0,05 persen.
Suryamin mengakui, inflasi pada periode dua bulan pertama tahun ini memang cukup tinggi. Sebagai gambaran, pada Januari lalu inflasi mencapai 1,03 persen yang merupakan inflasi Januari tertinggi sejak 2009. "Faktor cuaca buruk pada awal tahun ini juga menjadi salah satu penyebab," ucapnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo pun mengaku kaget ketika dimintai komentar terkait inflasi Februari yang mencapai 0,75 persen. Sebab, angka itu di luar perkiraan pemerintah yang memproyeksi inflasi Februari hanya sekitar 0,4 persen. "Makanya, nanti kami studi (pelajari, Red) dulu," ujarnya.
Agus menyatakan, pemerintah juga tidak akan tergesa-gesa mengevaluasi kebijakan pembatasan impor hortikultura yang menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi. Menurut dia, berbagai kebijakan akan dibahas lebih lanjut dengan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter.
Suryamin menambahkan, dengan akumulasi inflasi Januari-Februari yang mencapai 1,79 persen, target inflasi dalam APBN 2013 yang sebesar 4,9 persen memang mengkhawatirkan. Namun demikian, lanjut dia, pemerintah masih bisa optimistis karena terdapat potensi deflasi pada bulan-bulan tertentu. "Misalnya, pada Maret dan April yang merupakan periode panen raya," jelasnya. (owi/dos)
Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Suryamin mengatakan, realisasi inflasi sepanjang Februari 2013 yang mencapai 0,75 persen menunjukkan naiknya harga-harga komoditas pada Januari lalu masih berlanjut di Februari. "Khusus untuk periode Februari, angka 0,75 persen ini yang tertinggi sejak 2003," ujarnya Jumat (1/3).
Data BPS menunjukkan, angka inflasi Februari pernah mencapai titik tertinggi pada periode Februari 2002 ketika mencapai 1,5 persen. Namun setelah itu, tren inflasi Februari selalu rendah. Bahkan, pada 2004 dan 2005 justru mengalami deflasi.
Menurut Suryamin, perubahan pola inflasi ini dipengaruhi oleh beberapa faktor. Di antaranya, kenaikan tarif dasar listrik (TDL) mulai Januari 2013 yang tagihannya dibayar pada Februari 2013.
Selain itu, harga komoditas hortikultura juga mengalami lonjakan cukup signifikan. "Ini karena pembatasan impor hortikultura, akibatnya harga naik tinggi," katanya.
Jika dirinci, dari inflasi 0,75 persen, sumbangan terbesar memang diberikan oleh kelompok Bahan Makanan sebesar 0,49 persen. disusul kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas, dan Bahan Bakar sebesar 0,19 persen. Adapun kelompok Sandang menjadi satu-satunya kelompok yang mengalami deflasi, yakni sebesar - 0,05 persen.
Suryamin mengakui, inflasi pada periode dua bulan pertama tahun ini memang cukup tinggi. Sebagai gambaran, pada Januari lalu inflasi mencapai 1,03 persen yang merupakan inflasi Januari tertinggi sejak 2009. "Faktor cuaca buruk pada awal tahun ini juga menjadi salah satu penyebab," ucapnya.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo pun mengaku kaget ketika dimintai komentar terkait inflasi Februari yang mencapai 0,75 persen. Sebab, angka itu di luar perkiraan pemerintah yang memproyeksi inflasi Februari hanya sekitar 0,4 persen. "Makanya, nanti kami studi (pelajari, Red) dulu," ujarnya.
Agus menyatakan, pemerintah juga tidak akan tergesa-gesa mengevaluasi kebijakan pembatasan impor hortikultura yang menjadi salah satu penyebab tingginya inflasi. Menurut dia, berbagai kebijakan akan dibahas lebih lanjut dengan Bank Indonesia (BI) selaku otoritas moneter.
Suryamin menambahkan, dengan akumulasi inflasi Januari-Februari yang mencapai 1,79 persen, target inflasi dalam APBN 2013 yang sebesar 4,9 persen memang mengkhawatirkan. Namun demikian, lanjut dia, pemerintah masih bisa optimistis karena terdapat potensi deflasi pada bulan-bulan tertentu. "Misalnya, pada Maret dan April yang merupakan periode panen raya," jelasnya. (owi/dos)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Tabungan Perumahan Segera Berlaku
Redaktur : Tim Redaksi