Inflasi Tinggi dan Perlambatan Bayangi Pemulihan Ekonomi, Nih Penyebabnya

Rabu, 28 September 2022 – 08:39 WIB
Ilustrasi - rupiah dan dolar. Foto: JPNN

jpnn.com, JAKARTA - Ekonom Bank Mandiri Faisal Rahman mengatakan inflasi tahun ini bisa mencapai 6.27 persen. Angka ini jauh dari proyeksi pemerintah yang menargetkan inflasi di bawah 5 persen.

Selain itu diprediksi Bank Indonesia akan terus menaikkan suku bunga acuan.

BACA JUGA: Bansos Lindungi APBN dan Rakyat dari Dampak Inflasi Global

“Kami memprediksi suku bunga acuan bisa mencapai 5 persen pada akhir tahun,” kata Faisal, Selasa (27/9/2022).

Penyebabnya adalah tekanan eksternal berlanjut dari lebih agresifnya banyak bank sentral di negara-negara besar dalam menaikkan suku bunganya yang berujung pada risk off sentiment pada negara sedang berkembang termasuk Indonesia (capital outflow).

BACA JUGA: Pemerintah Optimistis Target Inflasi Pangan di Bawah 5 Persen Tercapai

“Selain itu, fear of global recession juga menaikan risiko turunnya surplus neraca dagang akibat turunnya permintaan dan turunnya harga komoditas. Kedua hal tersebut memberikan tekanan pada nilai tukar rupiah,“ kata Faisal.

Dia menambahkan dari sisi domestik, inflasi masih diperkirakan akan terus berlanjut tinggi sehingga inflasi dapat mencapai 6,27 persen pada akhir tahun.

BACA JUGA: Seusai Suku Bunga BI Naik, LPS Juga Pacu Tingkat Bunga Penjamin, Jadi Sebegini

Sementara itu, musim dingin di belahan dunia Barat diprediksi akan membuat inflasi di negara Barat naik.

Di Indonesia sendiri, musim hujan dan libur Natal dan liburan tahun baru 2023 sendiri diperkirakan akan mendorong inflasi.

“Musim hujan atau basah seperti sekarang ini dapat memberikan tekanan bagi produksi pangan. Jadi, tekanan inflasi dari pangan masih akan berisiko menaikkan inflasi. selain itu ada pula libur nataru juga memberikan dampak seasonal atau musiman karena permintaan biasanya naik sehingga meningkatkan demand pull inflation,” ujar Faisal.

Inflasi tinggi dan perlambatan ekonomi menjadi tantangan bagi negara-negara di seluruh dunia.

Baru-baru ini Bank Dunia menurunkan lagi proyeksi pertumbuhan China dan Asia pada umumnya. Perang antara Rusia dan Ukraina pun masih terus berlanjut.

Namun, kata Faisal, masih ada peluang perekonomian Indonesia tumbuh di tengah tantangan global tersebut.

Jika perang Rusia dan Ukraina masih berlanjut, kemungkinan permintaan energi dari Indonesia oleh global masih ada meski terjadi perlambatan dari china. Ini menjadi ini salah satu alasan yang membuat kita bisa mempertahankan surplus neraca dagang berbulan-bulan. Peluang surplus masih ada, namun menyusut di ke depannya,” ungkap Faisal.

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan keberhasilan menekan angka inflasi volatile food menjadi salah satu faktor penurunan tingkat inflasi.

Ketum Golkar itu juga mengungkapkan terus memonitor pergerakan harga komoditas pangan agar dapat segera melakukan antisipasi apabila terjadi lonjakan harga, serta menjaga rantai pasok terutama komoditas pangan.

Pemerintah pusat melalui TPIP-TPID akan terus memperkuat koordinasi maupun sinergi program kebijakan untuk stabilisasi harga dan melakukan perluasan kerja sama antardaerah (KAD), terutama untuk daerah surplus/defisit dalam menjaga ketersediaan suplai komoditas.

“Seiring upaya TPIP dan TPID dalam melakukan extra effort pengendalian inflasi, kita akan terus menekan inflasi volatile food agar dapat mencapai komitmen awal pada HLM TPIP Maret lalu yang sebesar 3 persen - 5 persen,” ungkap Airlangga.

Pasokan Pangan

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto sektor pangan sangat menentukan pengendalian inflasi.

“Mengapa pangan, karena pada umumnya inflasi daerah dipicu oleh kurangnya ketersediaan pangan,” ujar Eko.

Oleh sebab itu, lanjut Eko, perluasan Kerjasaama Antar Daerah dan optimasilisasi sektor distribusi sangat penting dilakukan.

Meski demikian, tidak semua daerah punya kapasitas produksi pangan yang mumpuni.

"Nah, masalahnya transaksi pangan antara daerah penghasil dengan daerah-daerah yang bukan penghasil ini masih terbatas, baik karena jauhnya jarak, maupun terbatasnya jumlah pedagang antar daerah dan antar pulau yang menjadi faktor pengungkit transaksi antar daerah," tambahnya.

Eko menyarankan agar daerah yang punya kemampuan produksi pangan baik mampu memaksimalkan produksi pangan seperti daerah berprestasi yang mendapat hadiah dari pemerintah pusat.

Hal itu dinilai akan mampu membantu pemerintah daerah menurunkan angka inflasi di daerahnya.(fri/jpnn)

Simak! Video Pilihan Redaksi:


Redaktur & Reporter : Friederich Batari

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler