Info dari BPOM: Ini 2 Obat Bermanfaat bagi Pasien Covid-19

Senin, 05 Oktober 2020 – 21:14 WIB
Kepala BPOM Penny Lukito. Foto: tangkapan layar konferensi pers/ANTARA/Prisca Triferna

jpnn.com, JAKARTA - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan izin penggunaan dalam kondisi darurat atau emergency use authorization (EUA) untuk favipiravir dan remdesivir sebagai obat bagi pasien Covid-19.

Institusi pimpinan Penny K Lukito itu mengizinkan penggunaan favipiravir untuk mengobati pasien Covid-19 dengan derajat ringan dan sedang yang dirawat di rumah sakit.

BACA JUGA: BPOM Menemukan Catatan Kritis Obat Covid Hasil Tim Unair

Adapun remdesivir untuk menyembuhkan pasien Covid-19 dengan derajat berat yang dirawat di rumah sakit.

Menurut Penny, BPOM mengeluarkan EUA setelah melakukan uji klinis atas favipiravir dan remdesivir. Pada 3 September 2020, BPOM menerbitkan EUA kepada perusahaan farmasi PT Beta Pharmacon (Dexa Group) yang membuat favipiravir dengan merek Avigan.

BACA JUGA: Dokter Reisa Beberkan Strategi 3T dan 3M Satgas yang Berhasil Tekan Pertumbuhan Covid-19

Selain itu, BPOM juga mengeluarkan EUA bagi PT Kimia Farma yang membuat versi generik favipiravir. Selanjutnya pada 19 September 2020, BPOM mengeluarkan EUA untuk remdesivir kepada Industri Farmasi PT Amarox Pharma Global, PT Indofarma, dan PT Dexa Medica.

"Penerbitan EUA diharapkan dapat memberikan percepatan akses obat-obat yang dibutuhkan dalam penanganan COVID-19 oleh para dokter sehingga mempunyai pilihan pengobatan yang sudah terbukti khasiat dan keamanannya dari uji klinis," ujar Penny dalam siaran pers BPOM, Senin (5/10).

BACA JUGA: Inikah Sebab Remdesivir Ampuh untuk Obati Pasien COVID-19?

“Tersedianya obat-obat tersebut diharapkan dapat meningkatkan angka kesembuhan dan menurunkan angka kematian pasien Covid-19 yang menjadi target pemerintah dalam percepatan penanganan Covid-19,” kata dia.

Menurut Penny, BPOM tidak hanya mengeluarkan EUA. Sebab, BPOM juga mengawasi penyaluran dan peredaran produk-produk yang telah memperoleh UEA.

Penny menjelaskan, pengawasan bisa dilakukan melalui evaluasi pelaporan realisasi importasi, produksi dan distribusi obat. Selain itu, Badan POM juga mewajibkan industri farmasi untuk menjamin mutu obat, melakukan uji klinis di Indonesia untuk memastikan khasiat dan keamanan obat.

Lebih lanjut Penny mengatakan, BPOM juga melakukan farmakovigilans melalui pemantauan dan pelaporan efek samping obat yang harus dilaporkan secara berkala. Farmakovigilans merupakan kegiatan pemantauan dan pelaporan kejadian tidak diinginkan pada pasien.

Oleh karena itu BPOM mengajak para dokter dan tenaga kesehatan lainnya bekerja sama untuk berpartisipasi aktif dalam pemantauan terhadap khasiat dan keamanan melalui kegiatan farmakovigilans.

Selanjutnya, BPOM mengevaluasi laporan tersebut secara berkala. Apabila terdapat peningkatan frekuensi efek samping, BPOM dapat melakukan tindak lanjut dengan memberikan komunikasi risiko dan pencabutan EUA.

BPOM juga mengingatkan masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih, membeli dan mengonsumsi produk obat dan makanan, termasuk mengenai herbal yang diklaim mampu mencegah, mengobati atau menyembuhkan Covid-19.

Menurut Penny, sebaiknya publik selalu memeriksa kemasan, label, izin edar dan kedaluwarsa (KLIK) KLIK (Kemasan, Label, izin Edar dan Kedaluwarsa) sebelum mengonsumsi produk obat dan makanan.

"Karena pencegahan merupakan kunci utama dalam memutus mata rantai penyebaran wabah Covid-19," kata dia.

Namun, Penny juga mengajak masyarakat selalu mematuhi protokol kesehatan. Sebab, penanganan Covid-19 tidak akan optimal tanpa peran aktif masyarakat.

"Selalu memakai masker, menjaga jarak dan menghindari kerumunan, rajin mencuci tangan dengan sabun, olahraga rutin, istirahat cukup, makan makanan sehat dan bernutrisi," jelas Penny.(tan/jpnn)

Jangan Lewatkan Video Terbaru:


Redaktur & Reporter : Fathan Sinaga

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler