jpnn.com, BANDARLAMPUNG - Polisi menahan oknum pegawai UPT P2TP2A Kabupaten Lampung Timur terkait perkara dugaan pemerkosaan anak di bawah umur yang dititipkan di UPT P2TP2A.
"Belum sampai sepekan, akhirnya Polda Lampung telah menahan pelaku. Penahanan dimulai sejak Sabtu," kata Kabid Humas Polda Lampung, Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad di Bandarlampung, Senin (13/7).
BACA JUGA: Pria Bejat di Tangsel Perkosa Anak Tiri Hingga Hamil
Terduga pelaku pemerkosaan kooperatif sehingga dapat memenuhi panggilan penyidik untuk dilakukan penahanan dan penyidikan lebih lanjut.
"Saat ini masih kami dalami lebih lanjut, karena terduga baru kami tahan. Nanti akan kembangkan," kata dia.
BACA JUGA: Bejat! Sudah Punya Istri Lima Masih Perkosa Anak Kandung
Pandra menambahkan, untuk pelaku dikenakan pasal Undang-undang No.23 tahun 2014 dan Undang-undang No.17 tahun 2016. Ancaman penahanan untuk pelaku selama 15 tahun.
"Ancaman paling berat, jika terbukti pelaku akan diancam hukuman mati," kata dia.
BACA JUGA: Mayor Wawan Sok Gagah di Depan Polisi, Lihat Tuh Gayanya
Sebelumnya, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati Puspayoga meminta anggota Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Lampung Timur yang diduga melakukan perkosaan kepada anak segera dipecat dan ditindak tegas sesuai peraturan dan perundang-undang yang berlaku.
Ia juga meminta Bupati Lampung Timur Zaiful Bokhari untuk segera menonaktifkan pelaku.
Menurut Bintang, sebagai anggota P2TP2A Lampung Timur yang seharusnya melindungi korban, pelaku bisa diancam dengan pemberatan hukuman sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Anak. Namun, penjatuhan pidana sepenuhnya menjadi kewenangan penegak hukum.
"Pelaku bisa dijerat dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak sebagai Undang-Undang," tuturnya.
Menurut Pasal 81 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016, ancaman hukuman pidana kepada pelaku kejahatan seksual anak diperberat dengan ditambah sepertiga dari ancaman pidananya atau maksimal 20 tahun bila pelaku merupakan aparat yang menangani pelindungan anak.
Pemberatan hukuman juga dapat berupa pidana tambahan dalam bentuk pengumuman identitas pelaku, tindakan kebiri kimia, dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
"Saya sangat menyesalkan kasus ini terjadi dan dilakukan terlapor yang merupakan anggota lembaga masyarakat yang dipercaya dan sebagai mitra pemerintah dalam menangani kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak," katanya. (antara/jpnn)
Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti