Infrastruktur Daerah Harus Libatkan Swasta

Pemda Kerap Resisten terhadap Skema KPS

Selasa, 29 April 2014 – 09:41 WIB

jpnn.com - JAKARTA - Lambannya pembangunan infrastruktur di daerah seolah menjadi penyakit yang susah disembuhkan. Upaya pemerintah membentuk PT Sarana Multi Infrastruktur (SMI) sebagai motor pembangunan infrastruktur pun belum efektif karena terkendala banyak hal.

 

Direktur Utama PT SMI Emma Sri Martini mengatakan, skema public private partnership (PPP) atau kerja sama pemerintah swasta (KPS) yang digadang-gadang sebagai solusi percepatan pembangunan infrastruktur seringkali terhambat oleh resistensi pemerintah daerah.

BACA JUGA: Menpera Atur Harga Rumah Tiap Provinsi Berbeda

"Pemda menganggap KPS itu ribet, jadi mereka inginnya pakai APBD, mungkin (kalau pakai APBD) bisa sedikit main-main (korupsi, red)," ujarnya kemarin (28/4).

BACA JUGA: Harga Rumah Diatur Berdasarkan Provinsi

Emma sering tidak habis pikir dengan keengganan Pemda dengan skema KPS. Sebab, kemampuan finansial pemda sebenarnya terbatas sehingga tidak mungkin bisa mengejar ketertinggalan pembangunan infrastruktur.

Karena itu, dia merekomendasikan agar pemerintah bersikap tegas dengan menerbitkan regulasi bahwa proyek infrastruktur di daerah dengan nilai investasi tertentu, harus menggandeng swasta. "Artinya, skema KPS jadi keharusan. Bukan opsi lagi," katanya.

BACA JUGA: Subsidi Dihapus, Harga Rumah Naik

Menurut Emma, regulasi semacam itu sudah diterapkan di banyak negara seperti Korea Selatan, Thailand, dan Filipina. Di Australia, pemerintah mengharuskan infrastruktur senilai minilai AUD 50 juta harus dibangun dengak skema kerjasa pemerintah swasta. "Di luar negeri, ada undang-undang khusus tentang KPS. Kita (Indonesia) belum punya. Karena itu harus dibuat aturannya," ucapnya.

Emma pun menyebut beberapa contoh proyek dengan skema KPS yang penyelesaiannya berlarut-larut. Misalnya, Pembangkit Listrik tenaga Uap (PLTU) Batang, Jawa Tengah yang sudah molor 4 tahun dan belum selesai hingga saat ini. Lalu, ada pula rencana proyek kereta api (KA) Bandara Soekarno-Hatta, serta pipanisasi mata air Umbulan di Jawa Timur, dan beberapa proyek lainnya. "Dengan otonomi daerah, banyak pemda yang lantas menganulir proyek KPS," ujarnya.

Deputi Bidang Sarana dan Prasarana Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Dedy S. Priatna menambahkan, dari sekian puluh proyek KPS yang masuk rencana pemerintah, hanya sebagian kecil yang berhasil diselesaikan tepat waktu.

"Tahun 2013 lalu hanya satu yang selesai, (yakni) jalan tol atas laut di Bali senilai Rp 2 triliun, itu pun sebenarnya proyek lama," katanya.

Dedy mengakui, molornya eksekusi proyek PPP disebabkan belum adanya lembaga atau institusi yang benar-benar bisa menjadi koordinator. Selain itu, banyak juga penyelenggara proyek, terutama pemerintah daerah yang tidak konsisten.

"Awalnya bersedia dengan skema KPS, tapi lantas diambil alih sepihak dan kembali menggunakan dana APBD. Sayangnya kami di (pemerintah) pusat tidak punya wewenang untuk memaksa pemda," ucapnya. (owi/sof)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Delapan Proyek Geothermal Jalan, Dahlan Senang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler