jpnn.com, JAKARTA - Ketua DPP Partai Golkar Ridwan Hisjam mengingatkan Airlangga Hartarto meminta izin dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) terlebih dahulu sebelum maju sebagai calon ketua umum pada musyawarah nasional (munas) mendatang. Alasannya, Airlangga yang saat memimpin Golkar juga menteri pembantu presiden.
Menurut Ridwan, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2018 tentang Kementerian Negara melarang menteri merangkap jabatan pimpinan organisasi yang menerima dana APBN maupun APBD. Anggota Komisi VII DPR RI itu menegaskan, partai kontestan pemilu seperti halnya Golkar juga menerima dana APBN.
BACA JUGA: Jika Airlangga Hartarto yang Menang, PDIP dan NasDem Bakal Senang
"Ada ketentuan di dalam UU Kementerian Negara atau keputusan presiden, itu harus ada izin. Menteri untuk menjadi pengurus organisasi sosial saja harus izin ke presiden, apalagi partai politik. Nah, itu harus ada," kata Ridwan melalui layanan pesan ke media, Minggu (1/12)
Salah satu bakal calon ketua umum Golkar itu pun meminta Airlangga taat aturan. Ridwan menyatakan, Airlangga sebelum kembali mencalonkan diri di Munas Golkar harus bisa mengantongi izin tertulis dari Presiden Jokowi.
BACA JUGA: Kubu Bamsoet Sebut Airlangga Mendadak Lupa dan Ahistoris Jelang Munas
Airlangga, kata Ridwan, juga harus menunjukkan izin tertulis dari Presiden Jokowi itu kepada para peserta Munas Golkar. Dengan begitu, ada transparansi dan ketaatan pada asas saat pemilihan calon ketua umum Golkar.
"Itu nanti kami minta izin dibacakan di Munas oleh ketua penyelenggara. Kalau enggak ada izinnya, enggak bisa. Itu pasti ditolak. Pegangan kami, kan bukan hanya AD/ART. Pegangan kami juga UU," tutur Ridwan ketua Bidang Pendidikan Dasar DPP Partai Golkar itu.
BACA JUGA: Rizal Mallarangeng: Plt Ketua DPD Punya Hak Suara di Munas Golkar
Selain itu, Ridwan juga menyinggung desas-desus tentang tiga menteri yang mencoba mengintervensi Golkar demi mempertahankan Airlangga di kursi ketua umum. Ridwan mengkhawatirkan cara-cara nirdemokrasi akan membuat Golkar terpecah.
Ridwan menambahkan, setiap Munas Golkar selalu menyisakan kelompok yang menyempal. Menurutnya, kemunculan Partai Hanura, NasDem, Gerindra dan Berkarya tak terlepas dari kekecewaan para pendiri parpol-parpol itu terhadap pelaksanaan Munas Golkar.
"Kalau memaksakan (cara-cara antidemokrasi, red), berarti sama saja dia menghancurkan partai. Orang yang merasa terzalimi akan keluar,” ujarnya.(mg10/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... KPK Bakal Pelototi Munas Golkar
Redaktur & Reporter : Aristo Setiawan