SURABAYA – Perusahaan-perusahaan di Jawa Timur kini terus berupaya menyesuaikan Peraturan Pemerintah (PP) 78/2015 tentang Pengupahan. Hingga 1,5 tahun ke depan, mereka diminta menyusun skala upah bagi pegawainya.
Skala upah merupakan standar gaji dari perusahaan yang diberikan kepada pegawai tertentu. Nilainya ditentukan berdasar tingkat jabatan, masa kerja, jenjang pendidikan, serta besar kebutuhan.
''Misalnya, pegawai yang punya keterampilan dan tidak, tentu gajinya harus dibedakan. Begitu pula yang lajang dengan yang sudah menikah,'' ujar Kepala Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Kependudukan Jatim Sukardo.
Pada dasarnya, PP 78/2015 tentang Pengupahan mengatur formula penetapan upah minimum kota (UMK). Namun, perusahaan juga diminta mengatur skala upah. Dengan begitu, pegawai yang bekerja di bawah satu tahun dengan yang lebih dari itu memiliki standar gaji yang berbeda.
Dalam penyusunan skala upah, pekerja juga harus dilibatkan. Kesepakatan antara keduanya menjadi keputusan final yang diatur dalam perjanjian kerja. Saat ini, memang sudah ada beberapa perusahaan yang menerapkan skala upah. Namun, banyak pula yang belum melakukannya.
BACA JUGA: Hari Ini, 30 Unit KRL Akan Tiba di Pelabuhan Tanjung Priok
''Nanti masing-masing perusahaan skala upahnya beda-beda, bergantung kesepakatan internal,'' terangnya.
Targetnya, skala upah mulai diberlakukan pada 2017 atau dua tahun setelah PP 78/2015 diberlakukan. Tujuannya, kesejahteraan para pegawai lebih terjamin, tetapi juga tidak merugikan perusahaan. Sebab, kesepakatan skala upah juga disesuaikan dengan kemampuan perusahaan.
Sukardo mengungkapkan, Jatim seharusnya sudah tidak lagi menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL). Sebab, seluruh UMK di 38 daerah di Jatim sudah jauh lebih tinggi dibandingkan nilai KHL. Namun, pemprov tidak melarang kota/kabupaten yang telah memasukkan kegiatan itu ke dalam rencana kerjanya.
''Sejak 2016 pun, nilai UMK ditetapkan menggunakan PP 78/2015. Jadi, tahun depan pun sama,'' imbuhnya.
Berdasar PP 78/2015, penghitungan UMK bergantung nilai pertumbuhan ekonomi. Kemudian, ditambah inflasi nasional dan dikalikan UMK tahun sebelumnya. Jumlahnya belum termasuk skala upah yang telah ditentukan antara perusahaan dan pegawai.
BACA JUGA: Laba Bersih Astra Anjlok, Hanya Rp 7,1 Triliun
''Nanti kami juga bekerja sama dengan disnaker kota/kabupaten untuk mengawasi perusahaan yang belum menerapkan skala upah,'' tuturnya. Perusahaan yang kedapatan tidak menerapkan skala upah bisa terancam pembekuan izin.
Sukardo menambahkan, selama ini skala upah memang hal yang diinginkan para pekerja. Namun, yang menjadi kendala adalah nominal yang tidak sesuai dengan standar yang didambakan, sehingga mengakibatkan pengesahan terhambat.(ant/c7/c17/end/flo/jpnn)
BACA JUGA: Sepi Peserta Lelang, Proyek Listrik 35 Ribu MW Bakal Terancam Gagal
BACA ARTIKEL LAINNYA... BI dan LPS Bersinergi, 7 Poin Disepakati
Redaktur : Tim Redaksi