Ingat! Pemenuhan Hak Korban jangan Sekadar Seremonial

Minggu, 11 Desember 2016 – 06:17 WIB
LPSK. Foto: dok.JPNN

jpnn.com - JAKARTA -  Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Abdul Haris Semendawai mengatakan, negara harus hadir dan tidak boleh abai terhadap warganya sebagai bentuk pertanggungjawaban.

Dia menegaskan, perlindungan dan pemenuhan hak-hak korban kejahatan merupakan salah satu perwujudan pemenuhan hak asasi manusia.

BACA JUGA: Waspada, ISIS Susupi Ormas Penolak Pancasila

Menurut Semendawai, penegakan dan pemenuhan HAM tidak bisa hanya dilakukan secara seremonial belaka.

Apalagi, kata dia, hanya disebut dalam Nawacita pemerintahan saat ini tanpa diikuti kerja konkret sebagai penghormatan HAM.

BACA JUGA: Deradikalisasi Tak Maksimal, Napi Terorisme Tetap Menganut Paham Radikal

Dia mengatakan, Rencana Aksi Nasional HAM harus diimplementasikan dalam kerja konkret di lapangan dan dilaksanakan semua instansi pemerintahan dengan sungguh-sungguh sesuai tugas pokok dan fungsi masing-masing.
 
"Dengan demikian, RANHAM tidak sekadar menjadi dokumen yang menjadi bahan bacaan saja,” kata Semendawai, Sabtu (10/12).

Menurut Semendawai, LPSK yang bertanggung jawab dalam pemenuhan hak-hak korban termasuk kasus pelanggaran HAM berat telah
memberikan layanan dengan mengacu  rekomedasi Komnas HAM.

BACA JUGA: Densus Bekuk Perakit Bom untuk Terduga Teroris Pengincar Paspampres

Namun, kata dia, terkadang hal-hal seperti ini masih jarang terekspose melalui media massa
sehingga tidak terlalu terdengar.  

Sebab, lanjut Semendawai, yang ditunggu banyak pihak saat ini adalah terlaksananya pengadilan pelanggaran HAM masa lalu itu sendiri. Menurutnya, terwujudnya pengadilan HAM dalam beberapa kasus pelanggaran HAM berat masa lalu memang menjadi suatu hal yang ditunggu-tunggu. Karena janji
penuntasan pelanggaran HAM masa lalu sudah dideklrasikan pemerintahan
saat ini melalui Nawacita-nya.

Dengan dilaksanakannya pengadilan HAM, kata Semendawai lagi, para korban dimungkinkan untuk mengajukan tuntutan ganti rugi (kompensasi)  terhadap negara yang telah gagal melindungi dan mewujudkan keadilan bagi mereka.

"Sebab, mereka yang menjadi korban pelanggaran HAM berat telah menderita sekian tahun tanpa ada kejelasan dan abai perhatian dari pemerintah," katanya.

Semendawai juga menyoroti revisi beberapa Undang-undanf yang juga masih luput memerhatikan hak-hak korban.

Salah satunya, revisi UU terorisme. Sebab, dia menegaskan, revisi masih mengedepankan penindakan tanpa mengindahkan hak-hak masyarakat yang menjadi korban.

“Padahal, hak untuk hidup aman dan mendapatkan keadilan adalah perwujudan HAM yang harus dilaksanakan negara,” imbuhnya.

Ke depan, Semendawai mengajak semua pihak untuk lebih bekerja secara konkret  dalam mewujudkan dan menegakan pemenuhan HAM di Indonesia.

Banyak pekerjaan rumah terkait perwujudan HAM yang harus dilakukan dan tidak sekadar dibicarakan saja. Semua pihak harus kerja konkret.

"Pemerintah melalui Nawacita-nya sudah berjanji menuntaskan pelanggaran HAM masa lalu dan bersama-sama mencegah terjadinya pelanggaran HAM di masa depan,” tutur dia. (boy/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Harapkan Masa Tanggap Darurat dan Rekonstruksi Berjalan Komprehensif


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler