jpnn.com, JAKARTA - Teror terhadap upaya pemberantasan korupsi tidak hanya terjadi di era Presiden Joko Widodo. Sebab, teror serupa pernah terjadi di era Presiden RI Keenam Susilo Bambang Yudhoyono.
Teror itu pernah menimpa aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Tama S Langkun pada 8 Juli 2010. “Sampai hari ini pelaku tidak terungkap,” kata Koordinator ICW Adnan Topan Husodo dalam diskusi Cerita Novel, KPK dan Pansus DPR di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (5/8).
BACA JUGA: Ingat! Novel Baswedan Itu Dahulu Penyidik Kepolisian
Kasus Tama dianggap mirip dengan teror yang dialami penyidik senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan di Kelapa Gading, Jakarta Utara pada 11 April 2017. Novel yang sedang jalan kaki menuju rumahnya setelah salat subuh di masjid, disiram air keras oleh pelaku yang menaiki sepeda motor.
Sedangkan Tama saat mengalami teror juga sedang berupata membongkar rekening gendut petinggi Polri. “Laporan sudah ke KPK, namun ada sedikit kecerobohan dari kami sehingga informasi itu bocor,” paparnya.
Menurut Adnan, saat itu kelompok tertentu yang mengintai Tama sudah teridentifikasi. Bahkan, Tama saat berada di luar kantor ICW sering dibuntuti orang tidak kenal.
BACA JUGA: Apdesi Dorong Kemendagri Evaluasi Tugas Pemkab Dalam Pengelolaan Dana Desa
Menurut Adnan, saat itu sudah ada informasi intelijen yang memberikan warning kepada ICW untuk waspada. “Itu juga disampaikan tim dari kepolisian,” katanya.
Namun, serangan tetap terjadi kepada Tama. Menurut Adnan, penyerangan dilakukan dengan profesional. Waktu yang dipilih adalah malam hari di lokasinya yang gelap.
“Dari sisi skill, mereka sangat profesional. Sudah jatuh dari sepeda motor, mereka bisa kembali berdiri dan kabur,” ujarnya.
BACA JUGA: Desakan Mundur Menguat, Prasetyo: Jangan Seperti Penonton Sepak Bola
Adnan menambahkan, kala itu target pelaku teror adalah menghabisi Tama. Sebab, pelaku yang menggunakan tiga sepeda motor juga membawa samurai.
“Tapi, ada campur tangan Tuhan yang membuat upaya mereka gagal. Begitu eksekusi, ada kendaraan lewat yang memergoki aksi dan mereka kabur,” katanya.
Lebih lanjut Adnan mengatakan, SBY yang saat itu menjadi presiden juga sudah sempat menjenguk Tama. Bahkan, SBY sudah menyampaikan sebuah pernyataan keras bahwa cara-cara seperti ini harus dihilangkan.
SBY juga memerintahkan polisi mengusut tuntas dan menangkap pelaku. “Tapi, sampai sekarang tidak ada (pelaku yang ditangkap),” tegasnya.
Karena itu Adnan menegaskan, pemberantasan korupsi bukanlah sebuah pekerjaan yang ringan. Sebab, yang dihadapi adalah kelompok besar dari sisi modal, organisasi yang solid, dan punya kekuatan yang bisa digunakan untuk melukai.
“Mungkin ada upaya teror dan menghilangkan. Tapi, pesannya sama karena kalian coba-coba lawan korupsi,” tegasnya.
Menurutnya, kendala menangani kasus seperti itu bukan karena tidak punya bukti yang memadai. Sebab, dalam menangani kriminal biasa yang sangat rumit, kepolisian sangat mampu meski tidak ada saksi.
“Tapi ini lamban. Ini yang membuat kami merasakan bahwa faktornya bukan teknis tapi struktur. Nah, struktur ini bisa mengganggu pengambilan keputusan,” katanya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Kejagung Seharusnya Menanggapi Positif Kritikan, Bukan Malah...
Redaktur & Reporter : Boy