Inggris Kembali Usir Dua Diplomat Libya

Di Roma, LCG Bahas Dana Bantuan bagi Anti-Khadafi

Jumat, 06 Mei 2011 – 21:49 WIB
LONDON - Ketegangan diplomatik antara Inggris dan Libya terus meningkatDi tengah situasi keamanan Libya yang kian genting, Inggris kembali mengusir dua diplomat negeri di Afrika Utara itu kemarin (5/5)

BACA JUGA: Penjahat Perang Nazi Mulai Diadili

Itu merupakan aksi susulan setelah sebelumnya London mendepak Duta Besar Libya untuk Inggris Omar R Jelban empat hari lalu.

Dalam keterangan resminya kepada media, Menteri Luar Negeri William Hague mengatakan bahwa dua diplomat Libya tersebut terpaksa dipulangkan atas alasan perilaku
Menurut dia, dua diplomat yang tidak disebutkan namanya itu melakukan aktivitas tidak selaras dengan kepentingan Inggris

BACA JUGA: Para Menlu Bahas Lebih Dulu Agenda KTT ASEAN

"Yang bersangkutan dan keluarga mereka diberi waktu sepekan untuk meninggalkan Inggris," tegasnya.

Dalam pernyataan tertulis yang dibacakan oleh pejabat kemenlu Inggris, Hague menyatakan bahwa dirinya telah mengambil keputusan itu sejak Rabu lalu (4/5)
Tetapi, keputusan itu baru dipublikasikan kemarin

BACA JUGA: Hadapi Krisis Pangan, ASEAN Siap dengan Pasokan Beras

Sebab, sebelum memublikasikannya, dia harus mengonsultasikan keputusan tersebut dengan beberapa pejabat Inggris lainTermasuk Perdana Menteri (PM) David Cameron.

Menurut Hague, saat ini status Kedutaan Besar Libya di Inggris sedang dikaji ulangPasca-pembakaran Kedutaan Besar Inggris di Tripoli, Libya, awal pekan ini, London memang mengevaluasi hubungan diplomatik di antara dua negaraBagi Cameron dan jajaran pemerintahannya, aksi anarkistis atas Kedubes Inggris di Tripoli itu merupakan salah satu bentuk kegagalan Libya dalam mengamankan aset asing di negerinya.

"Kami terus memantau perkembanganStatus Kedutaan Libya di Inggris beserta seluruh staf pendukungnya juga masih berada dalam pengawasan ketat pemerintah," terang HagueSeperti halnya Jelban, dua diplomat yang harus angkat kaki dari Inggris pada 11 Mei itu di-personanon grata-kanPemerintah Inggris tidak mengharapkan mereka bertiga kembali ke negeri Ratu Elizabeth II tersebut.

Sejatinya, sejak revolusi bergolak di Libya pada Februari lalu, Inggris sudah tak lagi memiliki perwakilan diplomatik resmi di TripoliKedubes Inggris di sana juga sudah lama dikosongkanUntuk sementara, semua aktivitas diplomatik dijalankan oleh segelintir staf kemenlu di Kota Benghazi yang menjadi pusat komando gerilyawan prodemokrasi.

Sementara itu, para politisi Barat yang tergabung dalam Libya Contact Group (LCG) kemarin berkumpul di Kota Roma, ItaliaDalam pertemuan khusus mengenai Libya itu, mereka membahas tentang rencana pengucuran dana bagi kelompok gerilyawan prodemokrasi yang belakangan kian tersudutKemarin mereka juga berusaha merumuskan cara efektif untuk melengserkan pemimpin Libya Muammar Khadafi.

Di hadapan para peserta yang hadir dalam pertemuan itu, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton menegaskan bahwa memaksa Khadafi hengkang dari Libya merupakan solusi paling tepat"Itu merupakan cara paling tepat untuk menghentikan kekerasan terhadap warga sipil dan mulai meletakkan dasar-dasar transisi demokrasi," tegas mantan ibu negara (first lady) AS tersebut.

Saat ini, gerilyawan oposisi yang berada di Benghazi dan Misrata mulai melemahSelain kekurangan dana, mereka juga kewalahan mengadapi pasukan Khadafi yang memiliki ketrampilan militerOposisi di Misrata mengimbau agar pasukan NATO meningkatkan serangan udara terhadap pasukan KadhafiSelain itu, mereka juga membutuhkan banyak pasokan senjata dan amunisi.

Oposisi di Benghazi mengaku mulai kehabisan uang tunai"Dalam waktu dekat, kami membutuhkan dana cair USD 1,5 miliar (sekitar Rp 12,85 triliun)," ungkap jubir Transitional National CouncilKonon, dana yang saat ini mereka miliki diperkirakan habis dalam hitungan pekanLCG pun berusaha mengakomodasi kebutuhan oposisi Libya sesegera mungkin(AP/AFP/RTR/BBC/hep/dwi)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Inggris Ingatkan Warganya di Pakistan


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler