jpnn.com - Sejumlah pakar hukum tata negara melayangkan uji materi atau judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK) terhadap Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi atau UU Tipikor.
"Kami sedang ajukan permohonan ke MK untuk menguji Pasal 2 Ayat 1 dan Pasal 3," kata pemohon yang juga pakar hukum tata negara Maqdir Ismail dalam keterangan persnya dikutip Kamis (31/10).
BACA JUGA: Tom Lembong Diduga Korupsi dari 2015-2023, Padahal Hanya Menjabat Mendag Sampai 2016
Maqdir menyebut kedua pasal kerap dipakai aparat penegak hukum menjerat seseorang meski tidak terjadi kerugian negara dalam perkara korupsi.
"Kami lihat memang kerugian negara adalah elemen pokok, karena ketika tidak ada kerugian negara, orang tidak bisa kena pasal ini," ujarnya.
BACA JUGA: Polisi Tetapkan 2 Tersangka Korupsi Dana Hibah di LAMR Kota Pekanbaru
Maqdir mengusulkan untuk melihat aksi suap atau menyogok dan itikad buruk dari perkara rasuah ketimbang urusan kerugian negara.
"Kami mengusulkan untuk melihat mens rea ini apakah ada suap menyuap," katanya.
BACA JUGA: Tom Lembong Tersangka Korupsi, Bandingkan Hartanya saat Jadi Mendag & Kepala BKPM RI
Maqdir menilai korupsi tidak akan berkurang jika tidak dilakukan pemberantasan maksimal terhadap suap atau menyogok.
Sebab, kata dia, suap dilakukan dalam berbagai tingkatan, sedangkan korupsi yang menimbulkan kerugian negara terjadi di kasus atau proyek besar.
"Korupsi yang adanya kerugian negara mungkin dilakukan dalam proyek besar, tetapi kalau suap menyuap dilakukan mulai dari tingkat bawah sampai tertinggi bisa menerima suap bisa memberikan suap," kata Maqdir.
Toh, ujarnya, kerugian negara dari aksi suap lebih besar yang mengakibatkan mental bangsa ikut rusak akibat kelaziman menyogok demi memperlancar proyek.
"Kerugian suap menyuap ini jauh lebih besar karena ini bukan hanya mengakibatkan pengaturan keuangan menjadi salah, tetapi mental orang jadi rusak, akibatnya ini bergenerasi," sambungnya.
Maqdir mencontohkan penegakan hukum di Vietnam yang tidak memasukan lagi korupsi sebagai kerugian negara, tetapi terkait suap dan penyalahgunaan jabatan.
"Sebagai perbandingan di Vietnam itu KUHP mereka sejak 2018 itu tidak memasukan lagi korupsi sebagai kerugian negara," tuturnya.
Dia mengatakan pemerintah perlu memiliki arah baru pemberantasan korupsi, yakni dengan menyikat aksi suap dan penyalahgunaan jabatan.
"Kalau korupsi yang merugikan negara hanya bisa terjadi dengan orang yag memiliki jabatan. Kita harus buat arah baru mengingatkan pemerintahan bahwa arah baru pemerintahan kita adalah meberantas suap menyuap dan penyalahgunaan jabatan," kata dia. (ast/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Aristo Setiawan