jpnn.com, TEHERAN - Untuk pertama kalinya, dua wanita yang diketahui sebagai lesbian dijatuhi vonis hukuman mati di Iran.
Kelompok hak asasi manusia menilai putusan tersebut telah menandai babak baru persekusi oleh republik Islam terhadap kelompok LGBT.
BACA JUGA: Warga Bersuara Lantang Tolak LGBT di Citayam Fashion Week saat Pawai Obor, Lihat
"Harapan terbesar saya dalam hidup adalah mengibarkan bendera pelangi di Iran dan meneriakkan fakta bahwa kami (LGBT) ada."
Demikian kata Zahra Sadiqi Hamedani, juga dikenal sebagai Sareh, berbicara kepada BBC Persia pada Mei 2021.
BACA JUGA: Ada Dugaan LGBT di Kasus Ferdy Sambo? Begini Analisis Ahmad Sahroni
Lima bulan kemudian dia ditangkap oleh pengawal revolusioner Iran. Sekarang dia telah diadili dan dijatuhi hukuman mati bersama dengan wanita lain, Elham Choubdar.
Kedua wanita itu berteman dan memiliki hubungan bisnis menjual produk kecantikan.
BACA JUGA: Mahasiswa Pengaku Berkelamin Netral Tak Lebih Cari Panggung LGBT yang Sebenarnya Antisains
Berasal dari kota kecil Naqadeh, di barat laut Iran, Sareh menikah muda dan memiliki dua anak. Dia menceraikan suaminya dan meninggalkan Iran untuk tinggal di Kurdistan Irak.
Menurut beberapa laporan, Elham Choubdar melakukan perjalanan secara teratur antara kedua negara.
Sareh bukan aktivis LGBT yang terkenal tetapi memiliki akun Instagram yang populer di kalangan minoritas Azeri dan Kurdi Iran.
Dia juga sesekali berbicara dengan kru TV asing tentang situasi komunitas LGBT di Iran dan Kurdistan Irak.
"Mengapa saya berbicara di depan umum? Karena saya tidak ingin teman-teman LGBT lainnya mengalami apa yang saya alami. Saya tidak ingin wanita lain seperti saya menjalani pernikahan paksa," katanya kepada BBC.
"Kami tidak menyimpang; kami seperti Anda, seperti orang lain. Saya mencoba untuk meningkatkan kesadaran, sehingga orang lain, termasuk anak-anak saya, tahu apa arti kebebasan. Saya ingin memberdayakan orang lain untuk memiliki pilihan."
Menurut pihak berwenang Iran, Sareh ditangkap di dekat perbatasan Iran dan Turki saat berusaha mencari suaka.
Sangat mungkin bahwa Sareh berencana pindah ke Turki, yang memiliki komunitas besar LGBT Iran di pengasingan.
Persidangan terhadap kedua wanita itu kabarnya dimulai sejak awal tahun ini. Berita tentang vonis terhadap mereka pertama kali muncul pekan lalu, dan akhirnya terkonfirmasi pada Senin (12/9).
Kantor Berita Mizan yang berafiliasi dengan institusi peradilan Iran mengatakan bahwa keduanya telah dinyatakan bersalah atas perdagangan manusia dan membuat kerusakan di muka Bumi (Al-Mufsid fi al-Ar?), istilah hukum syariah yang mengacu pada perilaku anti-Islam.
Tuduhan perdagangan orang pertama kali dilontarkan stasiun televisi pemerintah Iran pada November. Seorang pembawa berita mengatakan bahwa Sareh telah menawarkan pendidikan tinggi, pekerjaan dan kehidupan yang lebih baik kepada perempuan muda Iran di Kurdistan Irak, tetapi malah menjual mereka sebagai budak.
Laporan itu juga menyebutkan bahwa dia telah mempromosikan perjudian ilegal dan mengadakan pesta LGBT.
Namun, tidak ada bukti yang diberikan untuk tuduhan ini, dan kelompok hak asasi manusia Amnesty International telah membantahnya
Amnesty mengatakan bahwa Sareh ditahan semata-mata karena orientasi seksual dan identitas gendernya serta posting dan pernyataan media sosialnya untuk membela hak-hak kaum LGBT.
Sementara kelompok hak asasi manusia Iran mengatakan keduanya dituduh menyebarkan homoseksualitas, mempromosikan agama Kristen, dan berkomunikasi dengan media yang memusuhi Republik Islam.
Tuduhan tentang menyebarkan agama Kristen disebut muncul karena Sareh telah mengenakan kalung dengan salib.
Pihak berwenang Iran sudah cukup sering mengadili pria gay dengan tuduhan palsu. Di bawah hukum Iran, hubungan seks antara dua pria dapat dihukum mati, tetapi pihak berwenang sering kali mendakwa orang dengan pelanggaran seperti pemerkosaan, inses, atau perdagangan narkoba.
Menurut aktivis Iran, setidaknya empat orang lainnya telah dieksekusi karena menyukai sesama jenis dalam 12 bulan terakhir.
Penggunaan taktik yang sama dengan dua perempuan LGBT menandai langkah baru. Hubungan seks antar perempuan sebelumnya tidak dihukum dengan hukuman mati, tetapi dengan hukuman cambuk hingga 100 kali.
"Iran tidak selalu seperti ini. Kita tahu sebelum revolusi Islam 1979, banyak tokoh LGBT internasional, termasuk Andy Warhol, pergi ke Iran. Ada desas-desus bahwa perdana menteri favorit Shah adalah seorang pria gay," kata seorang lesbian dari Teheran.
"Tetapi generasi saya telah banyak menderita di bawah pemerintahan Republik Islam. Sejak berita tentang Sareh keluar, saya menonaktifkan semua akun media sosial saya. Saya tidak ingin ditangkap dan dieksekusi."
Selama beberapa tahun terakhir, gerakan LGBT bawah tanah yang dinamis telah terbentuk di Iran. Namun, perkembangan ini tampaknya memicu otoritas setempat bersikap makin keras terhadap mereka.
Bendera pelangi telah dibakar di samping bendera AS dan Israel, dan ada laporan tentang orang-orang yang ditangkap karena menggunakan aplikasi kencan LGBT.
Hanya beberapa hari yang lalu, Presiden Ebrahim Raissi menggambarkan homoseksualitas sebagai perilaku kotor dan barbarisme modern.
Pada bulan Maret, Pemimpin Tertinggi Ali Khamenei menggambarkan homoseksualitas sebagai bagian dari kebejatan moral yang tersebar luas di peradaban Barat. (bbc/dil/jpnn)
Redaktur & Reporter : M. Adil Syarif