Ini 4 Pemicu Terpuruknya Rupiah dan Dampaknya ke Depan

Selasa, 09 Juni 2015 – 07:21 WIB
Foto: dok.Jawa Pos

jpnn.com - JAKARTA - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mencoba memaparkan beberapa faktor yang memicu pelemahan rupiah dan dampaknya terhadap perekonomian Indonesia kedepan.

Ada empat faktor utama. Pertama,pertumbuhan ekonomi triwulan I-2015 sebesar 4,7 persen, merupakan pertumbuhan terendah atau terburuk sejak tahun 2009. "Penurunan ini lebih buruk baik dibandingkan dengan triwulan IV-2014 maupun rata-rata pertumbuhan sepanjang 2014 yang masih sebesar 5,0 persen," ujarnya kepada Jawa Pos (induk JPNN).

BACA JUGA: Anak Buah Mega Nilai Pemerintah Hanya Mikirin APBN, Beban Rakyat Makin Berat

Kedua, di bulan Mei lalu impor mulai mengalami kenaikan untuk mengantisipasi kebutuhan lebaran yang pasti naik. Kondisi kenaikan impor tersebut otomatis berpengaruh pada permintaan dolar AS yang terus naik.

Ketiga, utang luar negeri (ULN) juga disebutnya menjadi pemicu. "Di pertengahan Juni ini ada momentum jatuh tempo pembayaran ULN pemerintah maupun swasta. Hal itu tentu berpengaruh pada permintaan dolar AS juga," tambahnya.

BACA JUGA: Mobil Murah Laris Manis, Ini Datanya

Keempat, ada potensi terbukanya current account deficit yang semakin melebar. Sebab, momentum bulan puasa dan lebaran biasanya akan memicu kenaikan inflasi. Jika inflasi terus merangkak naik, maka ada kemungkinan Bank Indoensia (BI) akan menaikkan tingkat suku bunga (BI rate). "Jika BI rate naik maka akan mempengaruhi stabilitas sektor keuangan kedepan," imbuhnya.

Kecakapan tim ekonomi dan target pemerintah yang terlalu ambisius juga terus menjadi sorotan. Pemaksaan pembiayaan infrastruktur menggunakan skema realokasi APBN telah menimbulkan persoalan jangka pendek dan jangka panjang. Kelambanan realisasi infrastruktur justru mengurangi kepercayaan dunia usaha terhadap kinerja pemerintah.

BACA JUGA: OJK: Kita Pantau Terus

"Pembiayaan infrastruktur melalui cara instan realokasi anggaran subsidi secara ketat memiliki implikasi penaikan harga BBM, TDL dan gas elpiji, ikutmenggerus daya beli masyarakat," ujarnya.

Lalu, apa dampak kedepan pada kondisi ekonomi di tanah air? Enny mengungkapkan bahwa beberapa dampak dari mulai penerimaan negara yang terancam tidak mencapai target hingga sentimen negatif dari investor yang akan berpotensi kepada jumlah potensi investasi yang masuk ke Indonesia.

"Penerimaan negara terancam tidak mencapai target, sehingga menimbulkan kekhawatiran yakni tidak terpenuhinya target pembangunan infrastruktur yang digalakkan Pemerintahdan hal itu"berpotensi meningkatkan defisit anggaran yang dibiayai oleh utang," ujarnya.

Kedua, pengangguran dan angka kemiskinan semakin meningkat. Dengan tingginya angka pengangguran dan kemiskinan saat ini maka akan berpengaruh pada dampak selanjutnya yakni Indonesia akan masuk dalamperangkap negara berpendapatan menengah.

Hal tersebut memicu turunnya sektor riil danakan mengancam terpenuhi kebutuhan konsumsi dari produk dalam negeri, sehingga berpeluang semakin meningkatnya ketergantungan impor.

"Kemudian, ada pula dampak pada penurunan daya beli. Dengan semakin rendahnya kinerja sektor riil maka kesempatan kerja akan semakin menurun. Terakhir, ada sentimen negatif dari investor yang akan mengurangi kepercayaan (confidence) pelaku pasar. Ini bisa berdampak potensi masuknya investasi ke Indonesia tidak dapat terealisasi," tuturnya. (owi/ken/gen/dee)

 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Cara Pemerintah Jaga Rupiah


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler