Ini Alasan Anak-Anak Mau Menjadi Kurir Narkoba

Minggu, 11 Oktober 2015 – 07:19 WIB

jpnn.com - PONTIANAK- Bandar Narkoba memang layak disebut lebih pintar dari pihak yang berwajib. Setelah kurir mereka banyak tertangkap dan mendekam di penjara, kini mereka memanfaatkan tenaga anak di bawha umur sebagi kurir. 

Bandar Narkoba Kota Pontianak, telah terbongkar melibatkan dua anak bawah umur menjadi kurir di Nanga Pinoh—Melawi. Pekan ini, anak-anak kembali dilibatkan jadi kurir untuk mengantar sabu dan pil ekstasi (ineks) dari Kota Pontianak ke Ketapang.

BACA JUGA: Asyik, Di Pulau Untung Jawa Ini Warga Beruntung

Menurut Psikolog Armijn Chandra Santosa Boesman, anak-anak yang menerima dan terimingi-imingi ini memang menjadi incaran para bandar. Ini menjadi strategi mudah, mendapatkan kurir dengan biaya minim, dan kalau tertangkap, diprosesnya pun tak bisa sekeras orang dewasa, karena mereka masih di bawah umur. 

“Mereka kan sedang dalam pencarian jati diri. Anak ini masih polos, kemudian diiming-imingi, kalau mereka mampu mengerjakan apa yang tidak bisa dilakukan oleh anak lain. Mereka akan dikatakan bagus, bisa, hebat jika bisa mengerjakan pekerjaan orang dewasa,” katanya dilansir Rakyat Kalbar (JPNN grup), Sabtu (10/10).

BACA JUGA: Kabut Asap Makin Pekat, Nelayan tak Berani Melaut

Bandar Narkoba semakin cerdas. Mereka memanfaatkan kreativitas anak yang ingin ‘tampil’ dalam proses pencarian jadi dirinya. Dalam konteks anak digunakan sebagai kurir Narkoba, bandar menggunakan peluang ini untuk mempengaruhi sang anak dengan iming-iming pujian "rasa bangga", jika dia mampu atau berhasil melakukakan pekerjaan orang dewasa.

Diberi tantangan emosional seperti itu, banyak anak, khususnya yang kurang dari pantauan dan kasih sayang orangtua serta lingkungannya, akan menerima tantangan tersebut. Tak hanya mendapatkan predikat hebat dan pujian, sang anak juga diberi imbalan uang jajan yang besarannya mungkin sulit dia dapatkan dari orangtua dan keluarganya sendiri.

BACA JUGA: Heboh! Mayat Ditemukan Mengambang di Sungai

“Mereka umumnya memiliki latar belakang jauh dari perhatian orangtua dan keluarga yang memiliki ekonomi lemah. Sehingga ketika dia ingin mainan maupun barang apapun, sulit didapatkannya. Nah di sini (bekerja dengan bandar) dia bisa dapatkan, terlbih dia diberikan rasa harga diri dan keberanian (semu),” jelas Armijn. (rakyatkalbar/dkk/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Suara Dewan Adat Dayak soal Kabut Asap


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler