jpnn.com - JAKARTA - Pasal penghinaan presiden yang masuk dalam RUU KUHP diperdebatkan sejumlah kalangan, termasuk DPR. Pengaturan itu, disebut dimasukkan Presiden Joko Widodo saat menyerahkan 786 pasal RUU KUHP pada parlemen, 5 Juni lalu.
Pasal ini diakui Jokowi, sapaan Joko Widodo, sebagai bentuk proteksi untuk orang-orang yang kritis. Bukan untuk melarang publik memberi kritik pada pemerintah dan presiden.
BACA JUGA: Temui MenPAN-RB, Risma Minta Dokter dan Guru
"Kalau saya lihat itu justru untuk memproteksi orang-orang dan masyarakat yang kritis. Masyarakat yang ingin melakukan pengawasan untuk tidak dibawa ke pasal-pasal karet. Jangan di balik-balik. Yang mau koreksi, kritisi justru diproteksi," tegas Jokowi di kawasan Pelabuhan Muara Angke, Jakarta, Selasa, (4/8).
Jokowi mengatakan, pasal itu bukan hanya untuknya. Tapi juga untuk kepala negara Indonesia lainnya di masa depan.
BACA JUGA: Kata Buwas Mantan Luna Maya Itu Pemain Lama
Jokowi menegaskan, pasal itu ada bukan karena ia terganggu dengan kritik dari masyarakat. Justru, imbuhnya, kritik publik sudah sering menjadi santapannya sehari-hari. Semua itu sudah dirasakannya sejak menjadi Wali Kota Solo, Gubernur DKI Jakarta hingga akhirnya menjadi presiden.
"Namanya dicaci, dihina, sudah jadi makanan sehari-hari. Kalau saya mau bisa saja itu dipidanakan. Ribuan itu. Tetapi sampai detik ini hal tersebut tidak saya lakukan. Tapi apapun negara kita ini bangsa yang penuh kesantunan. Ini kan urusannya presiden sebagai simbol negara bukan pas saya saja kan," tandas Jokowi. (flo/jpnn)
BACA JUGA: Yusril: Perppu Belum Ada Urgensinya, Yang Bermasalah kan 7 Daerah
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ada Kesan, KPK Sedang Habisi Kepala Daerah Kader PKS
Redaktur : Tim Redaksi