JAKARTA - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menepis tudingan miring tentang Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 76/PMK.06/2015 yang mengatur standar mobil dinas pejabat pemerintahan. Sebab, kebijakan itu bukan untuk bagi-bagi jatah mobil mewah ke para menteri tapi justru demi menerapkan aturan dan standardisasi.
Juru Bicara Kemenkeu, Arif Baharudin menyatakan, ada kesalahan persepsi dalam melihat PMK Nomor 76/PMK.06/2015 tentang tentang Standar Barang dan Standar Kebutuhan Barang Milik Negara Berupa Alat Angkutan Darat Bermotor Dinas Operasional Jabatan Di Dalam Negeri. Menurutnya, PMK itu bukan berarti setiap menteri otomatis mendapatkan jatah dua mobil dinas.
BACA JUGA: Pembubaran Petral Dianggap Tutupi Kegagalan Benahi Tata Niaga Migas
Arief menegaskan, Kemenkeu ingin ada standardisasi dan keseragaman dalam pengadaan mobil untuk pejabat di kementerian/lembaga. "Peraturan ini bukan dimaksudkan untuk memberikan jatah kepada menteri dua mobil, namun untuk memberikan standar mobil jabatan kepada menteri dan pejabat lain yang belum diatur, sehingga standar mobil jabatan untuk mobil dan pejabat lain tidak beragam," kata Arif melalui keterangan tertulisnya, Sabtu (25/4)
Ia menjelaskan, PMK terbaru itu merupakan kelanjutan PMK Nomor 150 Tahun 2014 tentang Perencanaan Kebutuhan Barang Milik Negara (BMN). Dalam PMK 150/2014 ditegaskan bahwa kebutuhan BMN disusun oleh pengguna barang dengan berpedoman pada rencana strategis, standar barang dan kebutuhan.
BACA JUGA: Waskita Terbitkan Right Issue Rp 5,3 T untuk Danai Tol di Bali
Arif lantas mencontohkan, berdasarkan PMK 76/2015 maka menteri mendapat satu mobil dinas. Tapi jika memang diperlukan, maka bisa mendapat mobil cadangan untuk antisipasi jika mobil utama mengalami kerusakan. “Mobil cadangan hanya untuk menteri dan setingkat menteri," tandasnya.
Sedangkan untuk pejabat eselon 1 hanya mendapat satu mobil jabatan dengan spesifikasi sedan 2.500 cc 4 silinder. “Tidak boleh lebih,” katanya.
BACA JUGA: Curigai Pembubaran Petral Demi Muluskan Premium Diganti Pertalite
Arif mengakui bahwa spesifikasi mobil yang diatur dalam PMK 76/205 memang yang tertinggi. Namun demikian, katanya, dalam realisasinya mobil dinas yang digunakan menteri bisa saja berspesifikasi lebih rendah daripada yang diatur dalam PMK itu.
Karenanya Arif mengingatkan bahwa PMK itu tidak serta-merta membuat para menteri ataupun pejabat pemerintahan lainnya bisa leluasa meminta mobil dinas baru. Sebab, kementerian/lembaga yang hendak membeli mobil bagi pejabat-pejabatnya tetap harus mengadu PMK 76/2015. “Pengadaan mobil jabatan tetap mengacu pada kebutuhan dan ketersediaan anggaran pada masing-masing kementerian atau lembaga," tandasnya.
Merujuk pada lampiran PMK 76/2015, maka standar tertinggi untuk kendaraan dinas menteri adalah satu mobil sedan berkapasitas mesin 3.500 c dan satu unit mobil sport utility vehicle (SUV) 3.500 cc.
Selain kendaraan dinas menteri, aturan yang diterbitkan menteri keuangan juga mengatur fasilitas untuk pejabat di bawahnya. Misalnya, wakil menteri mendapat jatah 1 unit sedan atau SUV 3.500 cc, lalu pejabat eselon Ia mendapat 1 unit sedan 2.500 cc atau SUV 3.500 cc, eselon Ib 1 unit sedan 2.000 cc, eselon IIa 1 unit SUV 2.500 cc, sedangkan eselon IIb 1 unit SUV 2.000 cc.(ara/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Bangun Tol di Bali, Waskita Karya Siapkan Rp 35 T
Redaktur : Tim Redaksi