jpnn.com - JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) menilai pelaksanaan pemilihan presiden setelah pemilu legislatif tidak mampu menjadi alat transformasi perubahan sosial ke arah yang dikehendaki. Hal ini pula yang menjadi salah satu alasan MK menyatakan pemilu tak serentak inkonstitusional.
"Hasil dari pelaksanaan pilpres setelah pemilu anggota lembaga perwakilan tidak juga memperkuat sistem presidensial yang hendak dibangun berdasarkan konstitusi," kata hakim Ahmad Fadlil Sumadi di gedung MK, Jakarta, Kamis (23/1), saat membaca pertimbangan dalam putusan atas uji materi sejumlah pasal di UU Nomor 42 tahun 2008 tentang Pilpres.
BACA JUGA: Terlibat Suap, Kader Golkar Dituntut 3,5 Tahun Penjara
Menurut MK, pelaksanaan pemilu yang tidak serentak membuat pengawasan maupun checks and balances antara DPR dan Presiden tidak berjalan dengan baik. Pasalnya, pasangan calon presiden dan wakil presiden kerap menciptakan koalisi taktis yang bersifat sesaat dengan partai-partai politik.
"Sehingga tidak melahirkan koalisi jangka panjang yang dapat melahirkan penyederhanaan partai politik secara alamiah. Dalam praktiknya, model koalisi yang dibangun antara partai politik dan atau dengan pasangan calon presiden dan wakil presiden justru tidak memperkuat sistem pemerintahan presidensial," tutur Ahmad.
BACA JUGA: Saksi Sebut Idrus Marham Setor Rp 2 M ke Akil
Pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden oleh gabungan partai politik tidak lantas membentuk koalisi permanen dari partai politik atau gabungan partai politik yang kemudian menyederhanakan sistem kepartaian. Karenanya, proses demikian tidak memberi penguatan atas sistem pemerintahan yang dikehendaki oleh konstitusi.
"Oleh karena itu, norma pelaksanaan pilpres yang dilakukan setelah pemilu anggota lembaga perwakilan telah nyata tidak sesuai dengan semangat yang dikandung oleh UUD 1945 dan tidak sesuai dengan makna pemilihan umum yang dimaksud oleh UUD 1945, khususnya dalam Pasal 22 E ayat (1) UUD 1945," ujar hakim Ahmad lagi.
BACA JUGA: Disiapkan, Perangkat CAT untuk Seleksi CPNS 2014
Meski dilakukan terpisah, hasil Pemilu 2014 harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional. Sebab MK menerapkan pembatasan akibat hukum dari putusan tersebut dengan menunda penerapannya hingga usai pemilu.
"Meskipun Mahkamah menjatuhkan putusan mengenai Pasal 3 ayat (5), Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 14 ayat (2), dan Pasal 112 UU 42/2008, namun menurut Mahkamah penyelenggaraan pilpres dan pemilu anggota lembaga perwakilan tahun 2009 dan 2014 yang diselenggarakan secara tidak serentak harus tetap dinyatakan sah dan konstitusional," paparnya.
Ahmad menegaskan, kangkah itu bukan kali pertama dilakukan oleh MK. Sebelumnya, MK dalam putusan Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 memutuskan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) harus dibentuk dengan undang-undang tersendiri paling lambat tiga tahun sejak dikeluarkannya
putusan MK.(dil/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Suap Akil, Chairun Nisa Dapat Jatah Naik Haji
Redaktur : Tim Redaksi