Satu pelaku tewas dalam peristiwa penembakan yang diduga dilakukan Novel. Polda Bengkulu mengklaim sudah menggelar sidang kode etik dan disiplin terhadap Novel dan beberapa perwira yang ada bersamanya saat peristiwa.
Lalu mengapa setelah delapan tahun berlalu, tindak pidana Novel baru diungkapkan kembali. Padahal dalam sidang etik, ia sudah dinyatakan bersalah. Apalagi upaya penangkapan Novel terjadi ketika ia menjadi penyidik KPK dan tengah mengusut kasus dugaan korupsi simulator di Korlantas Polri. Tentu ini mengundang berbagai persepsi di tengah publik.
Namun, itu coba diluruskan oleh Mabes Polri. Menurut Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Sutarman, kasus ini baru terungkap setelah ada korban penembakan Novel yang datang lagi karena peluru yang ditembakkan masih bersarang di kakinya. Pelaku itu juga minta kasus tersebut diusut kembali.
"Mungkin orang susah jadi mengeluarkan pelurunya enggak bisa. Mau berobat enggak bisa dan akhirnya dibiarkan bersarang, hingga terganggu dan dia merasa sakit. Karena sakit itu dia lapor ke Polda kembali sehingga kasus ini diungkap kembali, " ujar Sutarman dalam jumpa pers di Mabes Polri, Sabtu (6/10).
Ia pun menyebut, kemungkinan saat sidang kode etik, pimpinan yang menjabat di Polda Bengkulu merasa kasus itu telah selesai, sehingga tidak dilanjutkan lagi. Namun, ternyata, pada pertengah 2012 ini, tiga korban, keluarga dan LSM, kata dia, justru mendesak agar kasus tersebut diusut kembali.
"Ya mungkin waktu itu pimpinannya mengambil keputusan dianggap selesai, padahal belum selesai. Peluru ini dari laras mana dan siapa pemiliknya, dan kita akan berproses soal itu, dan ini sudah di lab kita," papar Sutarman.
Hal yang sama juga dibenarkan oleh Menurut Direktur Kriminal Umum Polda Bengkulu, Komisaris Besar Dedy Irianto. Ia juga yang membawa surat perintah penangkapan Novel di KPK Jumat malam. Ia tetap berkelit bahwa kasus itu baru diungkap karena ada laporan lagi dari masyarakat.
"Ada laporan keberatan dari masyarakat, katanya ada yang janggal ya. Namun demikian bahwa kalau memang kita mengerti terjadi tindak pidana itu bukan dilik aduan itu pidana murni. Kapan saja bisa kami proses sepanjang belum kadarluasa," papar Dedy.
Selain itu, kata Dedy, tahun 2004 silam, ia belum menjabat sebagai Dirkrimum Polda Bengkulu. Oleh karena itu, tak tahu menahu mengapa Novel tak langsung diproses secara hukum pidana atas perbuatannya saat itu juga. "Saya tidak tahu, waktu itu saya belum menjabat. Baru dapat laporan sekarang," pungkas Dedy. (flo/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Surat Penggeledahan Polisi Janggal
Redaktur : Tim Redaksi