Ini Arca Makuta Raja, Begini Kisahnya

Minggu, 07 Maret 2021 – 14:06 WIB
Tim penelitian arkeologi dari Yayasan Cagar Budaya Nasional Kota Hiroshima-2 Sukabumi melakukan observasi peninggalan arkeologi berupa menhir dan arca makuta raja di Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja. Foto: For RADAR SUKABUMI

jpnn.com, SUKABUMI - Peneliti arkeologi dari Yayasan Cagar Budaya Nasional Kota Hiroshima-2 Sukabumi menemukan sebuah arca di Kampung Cibeureum Wetan, Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, Sukabumi, Jawa Barat.

Penemuan tersebut saat tim sedang melakukan observasi peninggalan berupa menhir atau batu nangtung di Kampung Tugu, Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja hingga ke Kampung Buluh, Desa Semplak Kecamatan Sukalarang.

BACA JUGA: Heboh Penemuan Arca Manusia Memakai Topi, Kondisinya Utuh, Konon Termasuk Ras Negroi

Tim penelitian arkeologi yang dikomandoi oleh Tedi Ginanjar mengatakan, berdasarkan laporan dari masyarakat di Kampung Buluh terdapat beberapa menhir zaman megalitikum yang sering diziarahi penduduk.

Untuk itu, ia bersama rombongannya melakukan giat observasi tersebut dalam rangka menggali sejarah Kecamatan Sukaraja yang sejak zaman prasejarah telah dihuni oleh manusia.

BACA JUGA: Hati-hati Saat Berhenti di Jalan Raya Puncak Bogor, Firman Mulyadi jadi Korbannya

“Bukti adanya manusia zaman prasejarah di Sukaraja ditandai dengan adanya situs batu nangtung atau menhir di Kampung Tugu Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, yang sekarang telah ditetapkan sebagai cagar budaya tingkat Provinsi Jawa Barat,” kata Tedi seperti dilansir dari Radar Sukabumi, Minggu (7/3).

Menurut Tedi, berdasarkan penelitian di lapangan, ternyata sebaran menhir yang berada di Kampung Tugu hingga ke pinggir sungai Cimuncang di belakang pasar bunderan Sukaraja.

BACA JUGA: Puluhan Pemuda di Serang Berkumpul, Bersorak Sambil Mengacungkan Celurit

Jika dilihat dari kontur bukit yang ada menhir tersebut dari arah selatan yaitu dari bekas Pabrik Kertas zaman Belanda, menhir yang paling besar berada di atas puncak bukit. Di bawah bukit mengalir Sungai Cimuncang yang berkelok membelah bukit.

“Dari hasil pengamatan nampaknya menhir yang paling besar tersebut dahulu ada punden berundaknya, mungkin strukturnya mirip situs Pangguyangan Cisolok atau situs di Cibedug Banten. Hal tersebut terbukti dari banyaknya sebaran batu-batu kali yang berserakan di sekitar area menhir di sana. Kemungkinan besar bebatuan itu diambil dari sungai Cimuncang. Iya, ini merupakan ciri khas kebudayaan sungai,” paparnya.

Selain arca makuta raja, ujar Tedi, di Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja, juga ditemukan arca yang sudah rusak dimakan waktu. Namun masih bisa terlihat walau agak samar. Yaitu Arca Ibu memangku anaknya. Mengenai usia batuan arca tersebut belum dapat diketahui secara pasti.

“Catatan sejarah Sukaraja sendiri sebenarnya telah ditulis oleh VOC pada tahun 1777, yaitu saat seorang pegawai VOC yang bernama Radermacher melakukan ekspedisi dari Batavia menyusuri sungai Tjiliwong hingga ke Tjiandjoer dan rute yang ditempuh melalui Pontjak Megamendoeng,” katanya.

Lebih lanjut ia menjelaskan, Radermacher setelah dari Tjiandjoer kembali ke Buitenzorg (Bogor) melalui jalur selatan Gunung Gede tepatnya melalui kampong Soekaradja, kampong Tjilang (Ciheulang) dan kampong Tjitjoeroek.

Radermacher menginap di pesanggrahan di kampong Soekaradja yang dibangun ketika Gubernur Jenderal VOC bernama Jeremias Van Riemsdiejk pada 1775–1777 melakukan ekspedisi melalui jalan yang sama.

Radermacher mencatat pada tahun 1777 tersebut telah ada 20 kepala keluarga di Kampung Soekaradja.

“Sementara sejarah Sukaraja menurut versi pribumi yang artefaknya dimiliki oleh Yayasan Cagar Budaya Nasional Kota Hiroshima-2, Pojok Gunung Kekenceng menyebutkan bahwa sejarah Sukaraja dimulai ketika salah seorang keturunan dari kerajaan Soekapoera Tasikmalaya bernama Raden Ahmad pada tahun 1623 diperintahkan oleh Bupati Sukapura untuk membuka perkampungan baru (ngababakan, red) di sekitar daerah yang ada ciri batu Nangtung atau menhir yang sekarang dikenal dengan nama Kampung Tugu Desa Pasirhalang, Kecamatan Sukaraja,” bebernya.

Dia menambahkan, menurut hikayat Raden Ahmad dan pengikutnya diperintahkan untuk membuka perkampungan baru babakan oleh Boepati Soekapoera yang waktu itu merupakan negara bawahan dari Kesultanan Mataram yang rajanya bernama Sultan Agung Hanyokro Kusumo dalam rangka persiapan mengumpulkan perbekalan untuk menyerang VOC di Batavia pada tahun 1627.

“Setelah itu, wilayah Sukaraja dijadikan sebagai pusat penyebaran agama Islam di wilayah bekas Kerajaan Pajajaran tersebut,” pungkasnya. (den/d/radarsukabumi)


Redaktur & Reporter : Rah Mahatma Sakti

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler