jpnn.com - JAKARTA – Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz menegaskan, aturan yang melarang keluarga petahana maju sebagai bakal calon kepala daerah, sangat penting dikawal bersama.
Namun anehnya, Komisi Pemilihan Umum (KPU) justru menerbitkan Surat Edaran yang menyebut kepala daerah tidak lagi disebut petahana, jika mengundurkan diri sebelum masa pendaftaran bakal calon kepala daerah, 26-28 Juli.
BACA JUGA: Polri Lakukan Survei Daya Tahan Pemudik Bersepeda Motor
“Petahana rawan gunakan sumber daya negara seperti dana bantuan sosial, hibah. Kalau dia mundur (sebelum pendaftaran,red) pasti bisa lewat tangan birokrasi yang sudah ditanam jelang pilkada,” ujar Donal, Senin (22/6).
Bahaya lain, petahana meski mengundurkan diri sebelum 26-28 Juli, menurut Donal, masih memiliki kekuatan di birokrasi. Sehingga bisa menggerakkan PNS yang ada, demi membantu keluarganya yang maju sebagai calon kepala daerah.
BACA JUGA: KPU Dituding Membuka Peluang Dinasti Politik
“Dia (petahana,red) bisa buat komitmen dengan PNS, kalau anak atau istrinya menang, maka ada imbalan jabatan. Misalnya kepala dinas tertentu, itu sebenarnya muncul dari perdebatan panjang UU Pilkada,” ujar Donal.
Karena itu Donal berharap KPU dapat menarik surat edaran tersebut. Tidak saja demi mencegah kepala daerah mengundurkan diri sebelum masa pendaftaran calon kada dibuka pada 26-28 Juli mendatang.
BACA JUGA: KPU Didesak Cabut SE Terkait Definisi Petahana
Namun juga demi mengantisipasi keluarga dari 22 kepala daerah yang masa jabatannya berakhir sebelum masa pendaftaran, dapat mendaftar sebagai bakal calon kada.
“22 orang ini (kepala daerah yang masa jabatan berakhir sebelum masa pendaftaran,red) harus dikategorikan petahana. Sehingga keluarga, anak istri mereka mau maju dalam pilkada, tidak dibenarkan dalam undang-undang,” ujar Donal.(gir/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Jokowi Ingatkan Mensos, Beras Raskin yang Hitam dan Berkutu
Redaktur : Tim Redaksi