jpnn.com, JAKARTA - Luasan geografis Indonesia yang terdiri dari 17.500 pulau seluas 1,9 juta kilometer persegi telah melahirkan kekayaan hayati yang menempatkan negara ini pada tingkat keanekaragaman hayati tertinggi kedua di dunia.
Namun di balik keunggulan tersebut, beragam jenis flora dan fauna yang dimiliki Indonesia, bahkan spesies yang terancam punah atau bagian dan produknya, rentan menjadi komoditas perdagangan ilegal, baik di dalam negeri maupun internasional.
BACA JUGA: Gandeng Pemda hingga Petani, Bea Cukai Pacu Pertumbuhan Industri Hasil Tembakau
Kepala Subdirektorat Humas dan Penyuluhan Bea Cukai Encep Dudi Ginanjar mengungkapkan kondisi ini menunjukkan perlunya upaya peninjauan dan pengetatan atas kegiatan ekspor flora dan fauna yang dilindungi.
"Sebagai community protector, Bea Cukai pun berperan besar dalam upaya tersebut, khususnya upaya penegakan hukum terkait CITES atau Convention on International Trades on Endangered Species of Wild Flora and Fauna, melalui kebijakan serta skema pengawasan larangan pembatasan terhadap tumbuhan dan hewan yang dilindungi," kata Encep Dudi Ginanjar pada Selasa (22/8).
CITES ialah konvensi internasional yang bertujuan untuk melindungi dan melestarikan spesies satwa liar dan habitatnya, melalui pengendalian perdagangan internasional spesimen tumbuhan dan satwa liar.
BACA JUGA: Kantongi Izin KPKNL, Bea Cukai Surakarta dan Pemkab Wonogiri Musnahkan Rokok & Miras Ilegal
Indonesia mengaksesi CITES pada 28 Desember 1978 melalui pengesahan Keppres Nomor 43 tahun 1978.
Adapun kontrol dan pengawasan atas perdagangan ilegal satwa liar nasional diatur dalam skema larangan dan pembatasan (lartas) dengan merujuk pada skema pengendalian impor dan ekspor yang diatur dalam UU Kepabeanan.
Khusus untuk satwa, pengendalian impor dan ekspor dalam bentuk peraturan larangan pembatasan merujuk antara lain pada Keputusan Menteri Kehutanan No. 0447/KPTS-II/2003 tentang Tata Usaha Pengambilan atau Penangkapan dan Peredaran Tumbuhan dan Satwa Liar.
Kemudian Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 18 Tahun 2021 tentang Barang Dilarang Ekspor dan Barang Dilarang Impor, dan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 tahun 2022 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.
"Pengawasan CITES pun menjadi salah satu kegiatan WCO Inama Project, yaitu kegiatan yang bertujuan memperkuat kapasitas administrasi pabean di kawasan Afrika sub-Sahara, Amerika Selatan, dan Asia dalam upaya kontrol dan pengawasan terhadap praktik perdagangan satwa liar atau illegal wildlife trade (IWT)," terang Encep.
Dia menyampaikan keterlibatan aktif Bea Cukai dalam WCO INAMA Project dimulai sejak 2021 sebagai upaya peningkatan kompetensi pegawai tentang implementasi CITES.
Di tahun ini, lanjut Encep, Bea Cukai menyelenggarakan INAMA Risk Management Mission: National Workshop pada 31 Juli hingga 11 Agustus 2023.
National workshop ini fokus pada misi untuk meningkatkan kapasitas manajemen risiko pengawasan dan kontrol perdagangan ilegal satwa liar.
Tujuannya meningkatkan pemahaman pegawai terkait standar internasional dan perkembangan isu global terkini terkait pengawasan dan kontrol IWT/CITES, memutakhirkan profil dan indikator risiko IWT/CITES nasional.
Selain itu, meningkatkan kapasitas pegawai di level pembuat kebijakan dan pejabat/pegawai dari satuan kerja vertikal di lingkungan Bea Cukai yang dianggap sebagai high risk IWT/CITES entry/exit points, baik pelabuhan udara, pelabuhan laut, maupun lintas batas, dalam manajemen risiko pengawasan dan kontrol IWT/CITES.
Menurut Encep, national workshop tersebut menjadi perwujudan upaya Bea Cukai dalam meningkatkan pengawasan dan kontrol yang efektif terhadap IWT/CITES.
Hal ini mengingat keterwujudan keanekaragaman hayati yang terjaga menjadi salah satu target nasional dalam Rencana Strategis Bea Cukai 2020-2024, dan juga menjadi salah satu pilar dari RPJMN ke IV 2020-2024.
"Oleh karena itu, upaya pelestarian tumbuhan dan satwa liar terus menjadi fokus organisasi," tegas Encep. (mrk/jpnn)
Redaktur : Sutresno Wahyudi
Reporter : Sutresno Wahyudi, Sutresno Wahyudi