Ini Bukti Trump Menang Pilpres Berkat Golput

Senin, 13 Agustus 2018 – 06:28 WIB
Donald Trump. Foto: AFP

jpnn.com - Mumpung Indonesia berada di "tahun politik". Bersiap memilih presiden dan wakil presiden tahun depan. Data rilisan terbaru dari Pemilihan Presiden (Pilpres) AS 2016 itu bisa menjadi pelajaran penting: berhati-hatilah dalam menjatuhkan pilihan.

Termasuk untuk tidak memilih alias golput (golongan putih). Sebab, berdasar hasil survei yang dilakukan oleh Pew Research Center, diketahui bahwa para pendukung Demokrat-lah yang membuat Trump, kandidat dari Republik, sosok yang kontroversial, menjadi presiden. Sebab, mereka lebih memilih untuk tak memberikan suara alias golput.

BACA JUGA: Angkatan Darat-Laut-Udara pun Tidak Cukup

Data dari Badan Sensus AS, ada 137,5 juta penduduk yang memberikan hak suara di pilpres 2016. Itu setara dengan 61,4 persen pemilih terdaftar. Jumlah tersebut termasuk cukup tinggi, tapi belum mengalahkan tingkat kehadiran di pilpres 2008 yang mencapai 63,6 persen. Saat itu Barack Obama mencalonkan diri untuk kali pertama.

Pemilik hak suara yang tidak memilih di pilpres 2016 mencapai 38,6 persen. Jumlah tersebut jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan penduduk yang memilih Hillary Clinton, kandidat dari Demokrat, maupun Trump.

BACA JUGA: Lawan Trump! Muslim Amerika Ramai-Ramai Jadi Caleg

Berdasar data Pew Research Center, hampir separo golput berasal dari penduduk kulit berwarna. "Kebanyakan golput berusia muda, kurang berpendidikan, kurang sejahtera, dan memiliki kulit berwarna. Golput lebih banyak dari Demokrat." Demikian bunyi pernyataan Pew Research Center seperti yang dilansir Washington Post.

Dukungan penduduk kulit berwarna untuk Demokrat lebih kuat jika dibandingkan dengan dukungan orang kulit putih untuk Trump. Sayang, mereka memilih tak memberikan suara. Sebanyak 74 persen dari penduduk yang pergi ke tempat pemungutan suara (TPS) berkulit putih.

BACA JUGA: Jokowi Berharap AS Tak Hapuskan GSP untuk Indonesia

Pun demikian penduduk berpenghasilan rendah. Lebih dari separo golput berasal dari mereka yang berpenghasilan USD 30 ribu per tahun (setara Rp 434,8 juta). Mayoritas golongan pekerja adalah pendukung Demokrat.

Perempuan cenderung memilih Clinton daripada Trump. Persentase perempuan yang memberikan suara lebih besar jika dibandingkan dengan perempuan di kelompok golput. Mungkin merekalah yang membuat Clinton memenangi popular vote alias memperoleh suara terbanyak.

Pemilih pemula dan pemilih muda yang berusia di bawah 30 tahun mendukung Clinton. Namun, mereka juga merupakan penyumbang terbesar golput, yaitu mencapai sepertiga.

Jika diperkirakan, di antara 8 pemilih, hanya 1 yang berusia di bawah 30 tahun. Dengan kata lain, dukungan mereka kepada Clinton tak berpengaruh karena tak direalisasi dengan memberikan suara ke TPS.

The Washington Post melansir, jika saja banyak warga dengan rentang usia tersebut yang datang ke TPS di Wisconsin, Pennsylvania, dan Michigan, misalnya, sejarah akan berubah. Kenyataannya, kelompok-kelompok yang sangat mendukung Clinton malah menjadi bagian terbesar dari golput.

Kasus seperti yang terjadi di AS bukanlah satu-satunya. Saat pilpres Prancis berlangsung pada 2017, 9 persen pemilih memutuskan untuk menyerahkan balot kosong. Mereka tidak memberikan suara untuk Emmanuel Macron maupun Marine Le Pen.

Di Prancis, itu menjadi bentuk protes karena tidak ada kandidat yang mereka anggap layak. Jumlah mereka lebih dari 4 juta orang.

Selain itu, masih ada 11,5 juta penduduk yang memilih abstain. Di pilpres putaran terakhir, tagar #Ni­MarineNiMacron (Bukan Marine maupun Macron) bertebaran di media sosial. Macron dianggap tak membawa program yang kuat, sedangkan Marine Le Pen merupakan fasis.

"Tagar itu menunjukkan bagaimana masyarakat dan pandangan politik telah berubah dan bagaimana mereka mencoba mengambil lagi miliknya, yaitu demokrasi," ujar Rim-Sarah Alouane, peneliti hukum publik di University of Toulouse, seperti dilansir CNN.

Berbeda dengan di AS, di Prancis kelompok golput malah berkampanye. Mereka mengajak penduduk untuk tak datang ke TPS. Ajakan boikot pemilu itu menguat di kalangan pemilih muda. (sha/c11/ttg)

BACA ARTIKEL LAINNYA... Many Belts Many Roads


Redaktur & Reporter : Adil

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Tag

Terpopuler