Ini Cara Kementan Mendongkrak Produksi Bawang Merah Lewat Benih dari Umbi

Rabu, 28 September 2022 – 10:58 WIB
Petani yang menanam benih bawang merah TSS. Foto: Hortikultura

jpnn.com, JAKARTA - Kementerian Pertanian melalui Direktorat Jenderal Hortikultura mendorong penggunaan benih bawang merah berteknologi TSS (True Shallot Seed) atau dikenal dengan pemanfaatan biji botani. Tujuannya untuk meningkatkan produktivitas bawang merah.

“Memang kami masih dorong terus untuk pengembangan TSS. Kami lihat dari biaya produksi, terutama biaya benih, lebih murah dibandingkan menggunakan umbi,” kata Dirjen Hortikultura Kementan, Prihasto Setyanto, belum lama ini.

BACA JUGA: Kementan Gelar Bawang Merah dan Cabai Murah di Pasar Minggu 

Kelebihan benih bawang merah TSS adalah mampu mendongkrak hasil bawang merah sampai dua kali lipat dibandingkan penggunaan benih umbi.

Selain itu, bebas penyakit dan virus, membutuhkan benih lebih sedikit, pengangkutan lebih mudah, dan daya simpan lebih lama dibandingkan umbi.

BACA JUGA: Berkat NPK Pelangi JOS PKT, Produktivitas Bawang Merah di Kintamani Naik 24 Persen

Sekitar 50 persen benih bawang asal biji masih dapat berkecambah setelah disimpan 1-2 tahun. Daya simpan benih bawang asal umbi juga hanya 4 bulan.

Kendati banyak kelebihan, adopsi benih TSS oleh petani cukup sulit, terutama mengubah kebiasaan lama ke baru.

BACA JUGA: Kabar Baik Nih! Panen Mulai Berlimpah, Harga Bawang Merah Segera Kembali Normal

“Tantangannya apa? Satu, benih biji rata-rata menghasilkan umbi tunggal. Masyarakat rata-rata ingin umbi yang banyak siungnya. Kalau ditanya ke masyarakat mereka enggan menggunakan yang besar-besar karena boros,” kata Prihasto. 

Tantangan kedua, kata pria yang biasa disapa Anton itu, mayoritas petani lebih memilih varietas bawang merah yang telah lama digunakan, seperti Bima Brebes dan Tajuk.

Lalu, tantangan ketiga adalah masa tanam hingga panen lebih lama dibanding varietas yang sudah ada.

“Untuk bawang merah ini bijinya masih sangat-sangat terbatas. Dari varietas yang ada, belum ada untuk pengembangan bijinya,” kata Anton.

Pengembangan TSS skala nasional telah diinisiasi Ditjen Hortikultura sejak 2018.

Pada 2020, Ditjen Hortikultura mengembangkan budidaya bawang merah TSS di lahan seluas 1.100 hektare, naik jadi 915 hektare di 2021.

“Target 2022 seluas 1.000 hektare. Teknologi TSS berpotensi meningkatkan produksi dan efisiensi biaya produksi,” kata Anton. 

Selain mengintroduksi benih baru, Ditjen Hortikultura juga menyiapkan strategi pengamanan bawang merah secara nasional.

Pertama, menyediakan gudang berkapasitas besar dilengkapi penyimpanan berpendingin untuk pengelolaan stok. Kedua, optimalisasi pemanfaatan gudang di daerah. 

Ketiga, kata Anton, memperkuat sistem manajemen pola tanam antar-wilayah dan antar-waktu.

Keempat, perbaikan sistem budidaya bawang merah baik benih asal umbi maupun biji (TSS). Kelima, aktivasi asuransi usahatani bawang merah atau AUBM).

“Kita sudah dorong terus dari 2018 untuk asuransi ini,” jelas Anton.

Keenam, kata Anton, mengembangkan pasar lelang di sentra-sentra produksi bawang merah.

Terakhir, koordinasi serta sinergi pengendalian inflasi bersama champion, Bank Indonesia, dan tim pemantau inflasi pusat/tim pemantau inflasi daerah.

Kementan, kata Anton, mendorong bawang merah lewat program kampung hortikultura. Ada kampung bawang merah.

"Kampung-kampung ini terkonsentrasi untuk pengembangan bawang merah dalam satu desa, satu wilayah yang belum banyak mengembangkan bawang merah di wilayah tersebut,” kata Anton.

Dalam prognosa produksi dan neraca bawang merah periode Januari-Desember 2022, Kementan memperkirakan akan ada surplus di akhir tahun. Surplus serupa terjadi tiga tahun terakhir, yaitu 161.851 ton pada 2019, 299.228 ton pada 2020, dan 2021 surplus 303.910 ton. (flo/jpnn)


Redaktur & Reporter : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler