jpnn.com, JAKARTA - Harga bawang merah yang merangkak naik sejak Mei diperkirakan tidak berlangsung lama.
Kenaikan harga bawang merah saat ini merupakan imbas dari penurunan luas tanam saat Maret lalu.
BACA JUGA: Versi IKAPPI, Harga Minyak Goreng Curah hingga Bawang Merah Mencapai Sebegini
Terlebih pada bulan tersebut terjadi anomali cuaca yang cukup ekstrem dan kurang bersahabat bagi petani bawang merah.
Dampaknya, terjadi pergeseran musim tanam yang berimbas pada turunnya produksi.
BACA JUGA: Harga Daging Sapi, Cabai hingga Bawang Merah Mulai Naik Nih
Berdasarkan Data Statistik Pertanian Hortikultura (SPH), terpantau penambahan luas tanam pada April dan Mei di berbagai sentra baik, di Jawa maupun luar Pulau Jawa.
Alhasil panen bawang merah dalam beberapa hari ke depan di sentra, seperti Bima, Pati, Brebes dan Probolinggo akan semakin marak.
BACA JUGA: Petani Brebes Optimistis Bisa Penuhi Kebutuhan Bawang Merah di Jabodetabek
Berdasarkan data Early Warning System (EWS) Direktoral Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan), produksi bawang merah nasional April 2022 sebesar 157.121 ton, dan Mei 153.513 ton.
Meskipun produksi April-Mei turun sebesar 11 persen, namun secara neraca kumulatif dari produksi bulan sebelumnya terkalkulasi masih mampu memenuhi kebutuhan nasional.
Produksi nasional bawang merah tahun lalu bahkan mencapai 2 juta ton, dan tahun ini diperkirakan tidak akan terpaut jauh.
Sejak 2017 hingga saat ini, Indonesia tercatat sudah tidak mengimpor bawang merah segar (konsumsi).
Peningkatan luas tanam pada April-Mei mengindikasikan bahwa produksi pada Juni-Juli akan berangsur normal kembali.
Menurut Sekjen ABMI M Ikhwan Arif, adanya penurunan produksi pada April-Mei tidak terlalu mengkhawatirkan.
"Luas tanam bulan April di Brebes saja lebih dari 3.300 hektare. Belum lagi di daerah, lain seperti Bima, Probolinggo dan Solok. Pasokan untuk bulan Juni-Juli ini dipastikan akan berangsur normal kembali," kata Ikhwan.
Pihaknya menyebut secara nasional penurunan produksi bawang merah masih dalam kondisi terkendali.
Terkait pemberitaan yang menyebut 80 persen bawang merah gagal panen, Ikhwan meluruskan hal tersebut.
"Bahwa ada serangan OPT itu benar karena kondisi cuaca ekstrem. Bulan Juni ini kita biasa dengan kondisi kering, namun saat ini di mana-mana curah hujan masih cukup tinggi. Tentu ini mendorong tumbuhnya hama penyakit tanaman. Soal persentasenya tentu pemerintah lebih lengkap datanya," terang Ikhwan.
Dikonfirmasi terpisah, Ketua Umum ABMI Juwari membenarkan pada Juni ini pasokan bawang merah akan berangsur normal kembali.
"Pertengahan sampai dengan akhir Juni diharapkan pasokan sudah mulai normal," ujar Juwari.
Petani bawang merah asal Kendal, Ahmad Sholeh menyebut kenaikan harga bawang merah saat ini akibat dari banyaknya petani, terutama petani pemula yang enggan menanam lagi sebagai ekses dari jatuhnya harga akhir tahun lalu.
"Banyak petani yang mengeluh rugi, karena akhir tahun lalu jatuh harganya. Enggak kuat lagi modalnya," kata Sholeh.
Harga pupuk dan obat-obatan yang tinggi saat ini diakuinya sangat mempengaruhi biaya produksi.
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat Kementan Tommy Nugraha saat dikonfirmasi mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk mengamankan produksi bawang merah.
Menurut Tommy, setiap bulan pihaknya selalu memantau dan memperbaharui data perkiraan produksi untuk 1-2 bulan mendatang berdasarkan data terkini yang dihimpun dari berbagai sentra. (mrk/jpnn)
Redaktur & Reporter : Sutresno Wahyudi