jpnn.com, JAKARTA - Rencana Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly membebaskan sejumlah narapidana dengan alasan mencegah penyebaran virus Corona (COVID-19) di lembaga pemasyarakatan, menuai kontroversi.
Pembebasan rencananya akan diakomodasi lewat revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 19/2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
BACA JUGA: Cegah Penyebaran Virus Corona, Ada 777 Napi dan Tahanan Jatim Dibebaskan
Narapidana yang akan dibebaskan termasuk narapidana korupsi yang telah menjalani hukuman 2/3 dari masa pidana dan berusia di atas 60 tahun.
Nama-nama seperti mantan menteri kesehatan era SBY Siti Fadhilah Supari, mantan menteri pertambangan era SBY Jero Wacik, mantan menteri agama era SBY Suryadharma Ali, mantan ketua DPR Setya Novanto dan mantan ketua MK Patrialis Akbar memenuhi kriteria pembebasan tersebut.
BACA JUGA: 5 Berita Terpopuler: Nasib 51 Ribu PPPK, Bebaskah Siti Fadilah, Jenazah Corona Dimuliakan
Pengamat komunikasi politik Ari Junaedi menilai, rencana pembebasan narapidana korupsi tidak layak dilakukan karena mengusik rasa keadilan yang hakiki.
"Bayangkan, mereka seenaknya merampok uang rakyat, hidup bermewah-mewahan dan potensi aset kekayaannya tidak ikut tersita, masih ada, itu sangat mencederai rasa keadilan jika mereka dibebaskan," ujar Ari kepada jpnn.com, Sabtu (4/4).
Dosen di Universitas Indonesia ini juga menilai, alasan merebaknya wabah virus corona dan tidak proporsionalnya daya tampung lembaga pemasyarakatan, seharusnya tidak serta merta ikut meringankan hukuman koruptor.
"Seharusnya Kemenkumham hanya membebaskan narapidana tindak pidana ringan seperti kasus pencurian dan penipuan yang dilakukan karena alasan kemanusiaan. Saya berharap Presiden Jokowi terketuk rasa keadilannya dengan menolak revisi PP khusus untuk koruptor," ucapnya.
Dalam amatan pembimbing program doktoral di Universitas Padjajaran ini, jika memang PP akhirnya terpaksa tetap direvisi dan narapidana tindak korupsi bisa bebas melenggang, hukuman sosial seharusnya tetap diberlakukan.
"Misalnya, dengan menempatkan mereka di garda terdepan penanganan wabah covid-19 di Wisma Atlet Kematoran atau RS Persahabatan. Pengalaman Siti Fadhila Supari sebagai dokter, tentu berguna untuk membantu penanganan pasien suspect corona," katanya.
Demikian juga dengan Patrialis Akbar, Setya Novanto serta Suryadharma Ali, dinilai bisa membantu di bagian pemulasaraan jenazah pasien positif corona. Sementara Jero Wacik bisa membantu di bagian administrasi pasien.
"Masa tidak malu dengan Dokter Gunawan yang sudah berusia 80 tahun dan tidak pernah tersangkut tindak pidana, tetapi iklas membantu. Saya kira publik akan memberi apresiasi dengan langkah kemanusian jika para koruptor yang bebas masih punya arti di masyarakat di saat ini," katanya.
Ari khawatir, para narapidana koruptor yang dibebaskan nantinya malah akan membuat gaduh.
Komentar-komentar miring yang tidak produktif berpeluang mengalir dari mereka, karena merasa tetap tidak bersalah.
"Karena itu, saya kira penting efek jera dari hukuman dan aksi kemanusian menjadi pertimbangan dari revisi PP tersebut," pungkas Ari.(gir/jpnn)
Redaktur & Reporter : Ken Girsang