jpnn.com, SEMARANG - Wali Kota Semarang Hevearita Gunaryanti Rahayu angkat bicara soal anak pasangan suami istri (pasutri) tunanetra yang tertolak sistem Penerimaan Peserta Didik Baru atau PPDB SMA jalur afirmasi.
Mbak Ita mengatakan remaja putri bernama Vita Azahra itu merupakan bagian dari warga Kota Semarang yang berhak mendapatkan fasilitas pendidikan.
BACA JUGA: Pengin Kualitas Pendidikan Merata, Mbak Ita Menggratiskan Pendidikan di 41 SMP Swasta
"Dia adalah bagian dari masyarakat Kota Semarang nanti kami berusaha untuk memback-up seluruhnya," kata Mbak Ita, Rabu (10/7).
Meski Pemerintah Provinsi Jawa Tengah (Pemprov Jateng) telah mendaftarkan dan menanggung seluruh biaya di SMA Mardisiswa Semarang, pihaknya tetap akan menyokong pembiayaan selama siswi itu sekolah.
BACA JUGA: Mbak Ita Minta Siswa Tak Lolos PPDB Kota Semarang Jangan Berkecil Hati
"Pemkot (Pemerintah Kota) Semarang ada beasiswa untuk SD, SMP, SMA hingga perguruan tinggi. Di kami juga ada anggaran untuk seragam bagi anak-anak yang kurang mampu,"
Selain anggaran beasiswa yang sudah dialokasikan, Mbak Ita juga menyebut Program Gerbang Harapan (Gerakan Bersama Orang Tua Asuh untuk Pengembangan Hari Masa Depan).
BACA JUGA: Mbak Ita Pastikan PPDB Semarang 2024 Bersih dari Titip-Menitip
Program itu merupakan upaya untuk menekan angka putus sekolah. Masyarakat Kota Semarang yang berkecukupan diajak menjadi orang tua asuh bagi anak kurang mampu.
Gerbang Harapan itu berfokus pada pemenuhan kebutuhan penunjang sekolah seperti seragam, buku-buku, dan alat tulis siswa-siswi di Kota Semarang.
"Kami gerakan Gerbang Harapan, saat ini sedang melakukan inventarisasi dan mendorong orang mampu masuk menjadi orang tua asuh," katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, seorang calon siswi bernama Vita Azahra di Kota Semarang terancam tak bisa sekolah lewat jalur afirmasi.
Sebelumnya diberitakan, seorang calon siswi bernama Vita Azahra di Kota Semarang terancam tak bisa sekolah lewat jalur afirmasi lantaran terkendala data terpadu kesejahteraan sosial atau DTKS Kementerian Sosial.
Kedua orang tuanya, Warsito (39) dan Uminiya (42) hanya bekerja sebagai tukang pijat di rumah kontrakan kecil di Jalan Gondang Raya Tembalang.
Seharusnya, dengan kondisi keluarga Vita Azahra masuk kategori P1 (miskin ekstrem), tetapi pada DTKS Kementerian Sosial tercatat sebagai P4 (rentan miskin).
Kriteria yang masuk dalam sistem PPDB 2024 pada jalur afirmasi hanya tiga yaitu, P1 (miskin ekstrem), P2 (sangat miskin), dan P3 (miskin). Karena itulah yang membuat Vita Azahra gagal mendaftar PPDB.(mcr5/jpnn)
Redaktur : M. Adil Syarif
Reporter : Wisnu Indra Kusuma