jpnn.com, JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah melakukan pemeriksaan atas pengelolaan Dana Keistimewaan Tahun Anggaran 2018 dan Semester I 2019 pada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
“BPK menyimpulkan hasil pemeriksaan atas pengelolaan Dana Keistimewaan Tahun Anggaran 2018 dan Semester 1 2019 pada Pemda Daerah Istimewa Yogyakarta kurang efektif,” kata Ketua BPK Agung Firman Sampurna dalam Rapat Paripurna DPD secara virtual, Selasa (12/5).
BACA JUGA: BPK Temukan Ribuan Masalah di Pemerintah
Agung menjelaskan bahwa penyebab kurang efektifnya pengelolaan antara lain karena belum sepenuhnya menyusun dan menetapkan ketentuan Dana Keistimewaan. “Yaitu peraturan terkait urusan tata ruang, urusan kebudayaan, dan urusan kelembagaan,” ujar Agung dalam rapat yang dipimpin Wakil Ketua DPD Nono Sampono, didampingi Ketua DPD La Nyalla Mattalitti dan Wakil Ketua DPD Sultan B Najamuddin, itu.
Selain Dana Keistimewaan DIY, Agung menyatakan BPK juga telah melakukan pemeriksaan atas efektivitas penggunaan dana otonomi khusus Tahun Anggaran 2017, 2018, dan Triwulan 1 2019 pada Pemerintah Provinsi Papua, pemerintah kabupaten di Papua, dan instansi terkait lainnya.
BACA JUGA: Komisi I DPR Cecar Dewas TVRI Soal Hasil Audit BPK
Agung menjelaskan berdasar hasil pemeriksaan, terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi oleh Pemprov Papua, termasuk berkoordinasi dengan pemkab dan pemkot di provinsi itu, dapat memengaruhi efektivitas penggunaan dana otonomi khusus.
”Permasalahan tersebut di antaranya regulasi terkait dengan penggunaan dana yang diamanatkan oleh UU Otsus belum sepenuhnya memadai,” jelas Agung.
BACA JUGA: BPK Taksir PT Asabri Merugikan Negara Sekitar Rp 16 Triliun
Ia juga menambahkan yang perlu mendapat perhatian juga adalah pemeriksaan atas pengamanan produksi padi dalam mendukung kemandirian pangan tahun 2018-Semester 1 2019. Menurut Agung, entitas yang diperiksa adalah Pemerintah Kabupaten Pidie Jaya, Pemerintah Kabupaten Aceh Barat Daya, dan Pemerintah Kabupaten Aceh Utara, Nanggroe Aceh Darussalam.
Agung menjelaskan berdasar hasil pemeriksaan terdapat permasalahan yang apabila tidak segera diatasi oleh Pemkab Pidie Jaya, Pemkab Aceh Barat Daya, dan Pemkab Aceh Utara, akan memengarui efektivitas upaya pemda untuk meningkatkan produksi padi dalam mendukung kemandirian pangan.
“Pemasalahan tersebut terdapat pada kegiatan subsidi pupuk dan pengembangan desa mandiri benih, rehabilitasi, dan perluasan jaringan irigasi, dan kegiatan bantuan alat dan mesin pertanian,” kata dia.
Sisi lain, Agung menyatakan pemeriksaan kinerja lain yang signifikan adalah pengembangan angkutan umum perkotaan berbasis jalan yang terintegrasi Tahun Anggaran 2017-Semester 1 2019. Agung menjelaskan entitas yang diperiksa ialah Dinas Perhubungan DKI Jakarta, PT Transportasi Jakarta, dan instansi terkait lainnya.
Hasil Pemeriksaan BPK menyatakan bahwa terdapat permasalahan yang perlu mendapat perhatian dan apabla tidak segera diatasi oleh Pemprov DKI Jakarta maka dapat memengaruhi efektivitas dan efeisiensi pengembangan angkutan umum perkotaan berbasis jalan yang terintegrasi.
“Antara lain upaya Pemprov DKI Jakarta dalam melakukan pengembangan trayek layanan Bus Rapid Trans (BRT) dan layanan angkutan pengumpan (feeder) belum memadai,” ungkap Agung.
Lebih jauh Agung menyatakan dalam kurun waktu 15 tahun terakhir, BPK telah memberikan 560.521 rekomendasi yang membuat pemerintah, BUMN, BUMD, dan badan lainnya bekerja lebih tertib, hemat, efisien dan efektif.
Dari seluruh rekomendasi tersebut, sebanyak 416.680 rekomendasi ata 74,3 persen telah ditindaklanjuti sesuai dengan rekomendasi. Secara kumulatif sampai dengan 2019, rekomendasi BPK atas hasil pemeriksaan tahun 2005 sampai dengan 2019, telah ditindaklanjuti entitas dengan penyerahan aset dan atau penyetoran uang ke kas negara atau daerah atau perusahaan Rp 106,13 triliun.
Menurut Agung lagi, IHPS II Tahun 2019 juga memuat penyelesaian ganti kerugian negara / daerah periode 2005-2019 dengan status telah ditetapkan. Hasil pemantauan menunjukkan kerugiaan negara atau daerah yang telah ditetapkan sebesar Rp 3,20 triliun.
“Nilai kerugian negara / daerah yang terbesar terjadi pada pemerintah daerah yaitu Rp 2,44 triliun (76 persen),” kata Agung. (boy/jpnn)
Redaktur & Reporter : Boy