Ini Pandangan Adian Soal RUU Omnibus Law Cipta Kerja, Menguntungkan Buruh?

Jumat, 06 Maret 2020 – 20:31 WIB
Anggota DPR Fraksi PDIP Adian Napitupulu. Foto: dokumen JPNN.com

jpnn.com, JAKARTA - Politikus PDI Perjuangan Adian Napitupulu mengajak masyarakat tidak buru-buru menolak sejumlah pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Cipta Kerja, yang disebut sebagian kalangan berpotensi merugikan para buruh.

Misalnya, terkait wacana buruh bakal digaji berdasarkan hitungan jam kerja. Jadi, tidak lagi berdasarkan upah bulanan.

BACA JUGA: Adian Napitupulu Mengaku Sudah Bertemu 2 Pentolan Buruh

Menurut anggota DPR ini, hal pertama penting diketahui, apa yang menjadi dasar pertimbangan usulan tersebut. Jika diterapkan, apakah lebih menguntungkan atau merugikan buruh.

Kemudian, pendapatan buruh apakah jauh lebih besar dari kebijakan gaji bulanan yang berlaku saat ini, atau malah turun jauh. Selain itu, juga perlu diketahui sejauh mana manfaatnya sistem itu bagi pengusaha.

BACA JUGA: Adian Napitupulu: Kesimpulannya Anies Memang Enggak Bisa Bekerja

"Jadi sebagai anggota dewan, yang diperiksa itu tidak hanya kata per kata. Dalam hukum itu ada istilah, wibawa sebuah keputusan tidak lahir karena siapa yang memutuskan, tetapi dasar pertimbangan dari keputusan itu," ujar Adian pada program 'Ngomongin Politik' (Ngompol) yang tayang di JPNN.com, beberapa waktu lalu.

Menurut pentolan aktivis'98 ini, Fraksi PDI Perjuangan di DPR saat ini masih terus mendiskusikan materi dari RUU Omnibus Law Cipta Kerja dan sejauh mana nantinya akan bertindak.

"Sederhananya, saya menilai begini, seharusnya mampu memaksimalkan fungsi dan kewenangan di DPR untuk menekan pasal, ayat dan sebagainya, agar sesuai dengan kepentingan rakyat. Jadi, finalnya belum bisa dipastikan sampai kemudian pembicaraan dengan pemerintah selesai," ucapnya.

Adian lebih lanjut mengatakan, Indonesia saat ini merupakan salah satu negara di dunia dengan produk undang-undang terbanyak. Karena segala hal coba diatur dalam undang-undang.

"Nah, persoalannya sekarang, bukan bagaimana membuat undang-undang, tetapi mampu tidak mengontrolnya. Idealnya, bisa saja memang punya undang-undang yang banyak, tetapi kemampuan negara untuk mengontrol tidak ada. Akibatnya, undang-undang menjadi tidak punya nilai. Nah, ini harus disederhanakan," katanya.

Apakah artinya undang-undang harus disederhanakan? Adian menegaskan, paling tidak birokrasi penting untuk dirampingkan.

"Misalnya, untuk mengurus sesuatu harus foto copy KTP tahun ini. Kemudian untuk perpanjangan kenapa harus foto copy KTP lagi, padahal KTP saya masih sama. Jangan-jangan foto copy gua di tempat itu ada 20 biji, lantas manfaatnya apa? Ini menunjukkan negara lemah dalam tata administrasi, harus diperbaiki. Mungkin diperbaiki salah satunya dengan omnibus law," pungkas Adian.(gir/jpnn)


Redaktur & Reporter : Ken Girsang

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler