jpnn.com, JAKARTA - Kebijakan dan program strategis Kementerian Pertanian (Kementan) dalam tiga tahun terakhir dinilai mampu meningkatkan produksi.
Terlebih melewati musibah El Nino pada 2015 kemudian diikuti La Nina 2016 dengan berbagai program antisipasi dini dan mitigasi.
BACA JUGA: Kementan-PERTETA Sinergi Mengembangkan Mekanisasi
Perlu dicatat, El Nino 2015 lebih kuat dibanding 1997.
“Kita lihat, dari hasil kajian, El Nino 1997 dengan kekuatan SST Anom 2,67 oC merupakan El Nino terbesar sebelum 2015. Sementara bandingkan El Nino 2015 yang kekuatannya SST Anom 2,95 oC tertinggi selama ini. Walau demikian, dari data BPS, di 2015 produksi padi 75,4 juta ton naik dibanding tahun 2014 yang hanya 70,9 juta ton,” ujar akademisi Institut Pertanian Bogor (IPB), Prima Gandhi di Jakarta, Senin (23/10).
BACA JUGA: 94 Ribu Ton yang Diimpor Itu Bukan Beras tapi Menir
Gandhi membeberkan dampak El Nino 1997 mengakibatkan sawah mengalami kekeringan 517 ribu hektar dengan puso 87 ribu hektar dari luas padi 11 juta hektar.
Akibatnya, Indonesia impor beras 1998 sebesar 7,1 juta ton dan 1999 sebesar 5,0 juta ton untuk memenuhi kebutuhan konsumsi 202 juta penduduk.
BACA JUGA: INDEF Keliru, Indonesia Justru Jadi Negara Eksportir Beras
“Nah menariknya jika tidak ada kebijakan dan program spektakuler meredam dampak El-Nino 2015, maka musibah 1997 terulang sehingga Indonesia impor berasnya lebih tinggi. Jika dihitung linier dengan ekstrapolasi maka jumlah penduduk tahun 2015 sebesar 252 juta jiwa dipastikan Indonesia akan terpaksa impor 16,6 juta ton beras,” beber dia.
Menurut dosen Program Studi Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan IPB tersebut, pencapaian melewati dampak El Nino 2015 karena Menteri Pertanian Amran berani membuat terobosan.
Pertama pompanisasi besar besaran pada wilayah sungai sungai tersedia air.
“Bantuan 23 ribu unit pompa air sangat membantu petani dengan cepat memperoleh air untuk padinya, sehingga tidak ada cerita kekeringan. Makanya produksi padi tahun 2015 terjamin", ungkapnya
Kedua, membangun sumur dangkal 1.000 unit di NTT, juga di Grobogan dan daerah lainnya.
Ketiga, mendistribusikan benih unggul tahan kekeringan. Keempat, menggenjot tanam padi di sebelah utara garis katulistiwa yang tidak terkena El Nino dan di wilayah rawa lebak dan pasang surut potensial saat kering kena El Nino di Jambi, Sumatera Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan.
Selanjutnya Kelima, Kementan menjalin kerjasama intensif dengan KemenPUPR, hujan buatan dengan BNPB, TNI, dan berbagai pihak.
”Keberhasilan menghadapi musibah El Nino 2015 dimantapkan lagi pada program Upsus sehingga produksi padi 2016 naik menjadi 79,3 juta ton dan mengantarkan Indonesia swasembada beras. Bahkan pada 2017 melihat berita di media, itu sudah ekspor beras dari Merauke ke Papua Nugini pada Februari 2017 dan dari Entikong ke Malaysia tiga hari yang lalu," imbuhnya.
Kinerja produksi cabai dan bawang merah juga meningkat dan meraih swasembada pada 2016. Jagung swasembada dan tidak impor pada 2017.
"Kalau dihitung deltanya, nilai tambah dari peningkatan produksi pada 43 komoditas sejak 2014-2016 sangat tinggi Rp 288 triliun dan dicerminkan dari pertumbuhan PDB pertanian,” pungkas Gandhi.(adv/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Amran Bisa Mengubah Indonesia Negara Importir jadi Eksportir
Redaktur & Reporter : Natalia