Ini Rangkaian Dakwaan KPK Terhadap Anas Urbaningrum

Jumat, 30 Mei 2014 – 14:45 WIB
Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menjalani sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (30/5). Anas terjerat kasus dugaan penerimaan gratifikasi terkait proyek Hambalang. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum disebut menerima pemberian sebagai imbalan mengurus proyek Hambalang dan proyek di Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi di Kementerian Pendidikan Nasional, serta proyek lain yang dibiayai APBN.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Yudi Kristiana, menyatakan, Anas ketika menjadi anggota DPR menerima hadiah atau janji sebagai sogokan atas usahanya menggarap proyek-proyek pemerintah.

BACA JUGA: Elektabilitas Jokowi-JK Unggul Dibanding Prabowo-Hatta

Hadiah atau janji itu berupa satu mobil Toyota Harrier dengan nomor polisi B 15 AUD senilai Rp 670 juta, satu Toyota Vellfire dengan polisi B 69 AUD senilai Rp 735 juta, uang untuk kegiatan survei pemenangan Anas di Kongres Partai Demokrat 2010 senilai Rp 478.632.230 juta, serta uang sejumlah Rp 116.525.650.000 dan USD 5,261,070.

"Padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji itu diberikan untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya," ujar Jaksa Yudi saat membacakan dakwaan Anas di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (30/5).

BACA JUGA: Hatta Tebar Janji ke Mantan Atlit

Sementara dalam dugaan pencucian uang, Anas berupaya menyamarkan uang sebesar Rp 20.880.100.000. Uang itu diperoleh Anas dari berbagai sumber.

Uang itu di antaranya gaji sebagai anggota DPR sebesar Rp 194.680.800 dan tunjangan Rp 339.691.000, sisa dana persiapan pemenangan dalam Kongres Partai Demokrat 2010 sekitar USD 1,300,000 dan Rp 700 juta.

BACA JUGA: SBY Disebut Raja, Kader Demokrat Sindir Timses Jokowi-JK

Uang itu disimpan di Grup Permai oleh Yulianis dan dimasukkan ke brankas operasional dan dijadikan satu untuk dana komisi proyek, serta dana yang dihimpun bersama Nazaruddin melalui Grup Permai.

Anas membelanjakan uang itu untuk membeli tanah dan bangunan dengan luas 639 meter persegi milik Reny Sari Kurniasih di Jalan Teluk Semangka blok C 9 Nomor 1 Duren Sawit, Jakarta Timur seharga Rp 3,5 miliar atas nama terdakwa. Tanah dan bangunan ini dibeli pada 16 November 2010.

Pada tanggal 28 Juni 2011, Anas membeli tanah di Jalan Selat Makassar Perkav AL Blok C 9 Nomor 22, Duren Sawit, Jakarta Timur, seharga Rp 690 juta atas nama K.H. Atabik Ali yang merupakan mertua Anas.

Pada tanggal 20 Juli 2011, Anas melalui Atabik membeli secara tunas dua bidang tanah dengan luar 200 meter persegi yang terletak di Jalan DI Panjaitan Nomor 57 Mantrijeron, Yogyakarta dan luas 7870 meter persegi yang terlah di Jalan DI Panjaitan Nomor 139 Mantrijeron, Yogyakarta.

Pembayarannya melalui Atabik denhan menggunakan uang sebesar Rp 1.574.000.000 dan USD 1,109,100, dan emas batangan yang terdiri dari 20 batang emas seberat 100 gram.

Karena masih kurang Rp 1.239.000.000 maka sisa itu dibayar dengan dua bidang tanah seluas 1.069 meter persegi di belakang Rumah Sakit Wirosaban dan tanah seluas 85 meter persegi di Jalan D.I. Panjaitan Mantrijeron, Yogyakarta. "Semua kepemilikan tanah tersebutk diatasnamakan K.H. Atabik Ali," ujar Jaksa Yudi.

Pada 29 Februari 2012, Anas melalui kakak iparnya Dina Zad membeli secara tunai sebidang tanah milik Palupa Hadiyati dengan luas 280 meter persegi yang terletak di desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta seharga sekitar Rp 600 juta. "Kepemilikan tanah itu diatasnamakan Dina Zad," ucap Yudi.

Pada 30 Maret 2013, Anas melalui Atabik yang dikuasakan kepada Dina membeli sebidang tanah secara tunai di Desa Panggungharjo, Kecamatan Sewon, Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Jaksa menyatakan, kepemilikan tanah itu diatasnamakan Dina.

Anas juga dianggap menyembunyikan harta hasil korupsi dengan cara mendirikan perusahaan tambang batubara PT Arina Kota Jaya, di Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur.

Untuk keperluan penerbitan IUP, Nazaruddin memerintahkan Yulianis selaku Wakil Direktur Keuangan Permasi Grup untuk mengeluarkan dana sebesar Rp 3 miliar.

Surat dakwaan untuk Anas disusun dalam bentuk kumulatif. Dalam perkara penerimaan hadiah atau janji, Anas disangka melanggar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Ancaman hukuman tertingginya mencapai 20 tahun penjara.

Dalam dugaan pencucian uang, Anas dijerat Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dan Pasal 3 huruf C Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. (gil/jpnn)

BACA ARTIKEL LAINNYA... SBY Minta Agung Laksono Cermati Kondisi Kemenang


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler