Ini Risiko Jika Golkar Pilih Papa Novanto Jadi Ketum

Selasa, 23 Februari 2016 – 21:56 WIB
Setya Novanto. Foto: Ricardo/JPNN.com

jpnn.com - JAKARTA - Nama Setya Novanto mencuat bakal menjadi kandidat Ketua Umum Partai Golkar, dalam Munaslub yang akan digelar dalam waktu dekat ini.

Namun Novanto dianggap punya banyak pekerjaan rumah andai mencalonkan diri menjadi ketum partai berlambang beringin itu. 

BACA JUGA: Kader PDIP Berkopiah demi Gelorakan Kepemimpinan Berwatak ke Bawah

"Salah satunya (PR Novanto) adalah memperbaiki citranya," ujar pengamat politik dari Universitas Paramadina, Hendri Satrio dalam bincang ringan dengan wartawan, Selasa (23/2) malam.

Citra Novanto belakangan memang tergerus gara-gara masalah perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia.

BACA JUGA: Mantan Menpan Desak Tindak Kada yang Seenaknya Rekrut Honorer

Tak hanya sampai di situ, Setnov juga dilaporkan ke Kejagung terkait adanya pemufakatan jahat dalam permintaan saham ke Freeport yang belakangan disebut kasus "Papa Minta Saham".

Hendri menyarankan, Novanto tidak terlalu memaksakan diri untuk maju sebagai ketum. "Bila tidak maka bukan mustahil citra Golkar juga terpuruk mengikuti citra dia yang terus anjlok," tandasnya.

BACA JUGA: Era SBY Diangkat, Sama Jokowi Dipercaya

Novanto sendiri memiliki rekam jejak panjang dengan masalah hukum dan etika. Dia diketahui telah berurusan dengan aparat hukum sejak 1999.

Sejauh ini, kata Hendri, di luar Novanto muncul beberapa kandidat yang diprediksi maju sebagai Ketum Golkar. Seperti misalnya, Ade Komarudin, Idrus Marham, Priyo Budi Santoso dan Mahyuddin.

Dari nama-nama itu, menurutnya, Ade Komarudin dan Mahyuddin memiliki peluang besar memimpin dan mengembalikan kejayaan Golkar.

"Sebetulnya bila menilik sejarah Golkar maka ada dua tokoh yang  memiliki peluang menjadi ketua karena jadi tokoh pimpinan di tingkat nasional yaitu Akom dan Mahyudin, walaupun Idrus, Priyo masih punya kans," pungkas Hendri, Polster KedaiKopi ini. (adk/jpnn)

Berikut kasus-kasus yang pernah menyeret Setya Novanto

1. Dugaan kasus pengalihan hak tagih Bank Bali (1999)
Pengalihan hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI), yang diduga merugikan negara Rp 904,64 miliar. Kasus ini meletup setelah Bank Bali mentransfer Rp 500 miliar lebih kepada PT Era Giat Prima, milik Setya, Djoko S. Tjandra, dan Cahyadi Kumala. Kasus ini kemudian mendapatkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) dari kejaksaan pada 18 Juni 2003.

2. Dugaan penyelundupan beras (2003)
Novanto diduga terlibat kasus penyelundupan beras dari Vietnam sebanyak 60 ribu ton. Novanto bersama rekannya di Golkar, Idrus Marham, diduga, sengaja memindahkan 60 ribu ton beras yang diimpor Inkud, dan menyebabkan kerugian negara Rp 122,5 miliar. Keduanya dilaporkan pada Februari-Desember 2003 telah memindahkan dari gudang pabean ke gudang nonpabean. Setya Novanto hanya diperiksa Kejaksaan Agung pada 27 Juli 2006.

3. Dugaan penyelundupan limbah beracun/B-3 (2006)
Kasus ini muncul di Pulau Galang, Batam. Setya Novanto disebut-sebut berperan sebagai negosiator dengan eksportir limbah di Singapura.

4. Dugaan korupsi proyek PON Riau 2012 (2012)
Novanto diduga mempunyai peran penting dalam mengatur aliran dana ke anggota Komisi Olahraga DPR untuk memuluskan pencairan anggaran Pekan Olahraga Nasional di anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pernah diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi pada 29 Juni 2012 sebagai saksi, karena pernah ditemui Gubernur Riau Rusli Zainal untuk membahas PON Riau. Setya membantah semua tuduhan dan mengaku tak tahu soal kasus PON.

5. Dugaan korupsi proyek e-KTP (2013)
Setya Novanto diduga terlibat kasus dugaan korupsi proyek pengadaan e-KTP di Kementerian Dalam Negeri. Mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin menyebut Setya dan mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, sebagai pengendali proyek e-KTP. Nazaruddin menuding Setya membagi-bagi fee proyek e-KTP ke sejumlah anggota DPR.

Setya dituduh meminta fee 10 persen ke Paulus, pemilik Tannos PT Sandipala Arthaputra yang merupakan anggota konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia, yang memenangi tender proyek e-KTP. Pertemuan berlangsung tiga kali di Jakarta. Namun, ketika ditanya proyek e-KTP, Setya membantah tuduhan tersebut.

6. Terkait masalah etika (2015)
Setya Novanto sudah divonis bersalah oleh Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) DPR. Pertama sanksi bersalah karena hadir di konferensi pers bakal capres AS Donald Trump. Kedua, Novanto bersalah lagi ketika terlibat dalam dugaan permintaan jatah saham PT.Freeport. Bahkan karena kasus itu, Novanto mundur sebagai Ketua DPR RI. Perkara yang terkenal dengan kasus Papa Minta Saham itu kini diusut Kejaksaan Agung atas dugaan pemufakatan jahat. 

BACA ARTIKEL LAINNYA... Ini Alasan KPK Berkali-kali Garap Adik BW di Kasus QCC


Redaktur : Tim Redaksi

Silakan baca konten menarik lainnya dari JPNN.com di Google News

Terpopuler