jpnn.com, JAKARTA - Jaksa Agung M Prasetyo mengaku kesulitan secara terbuka membeber hambatan pada eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba. Prasetyo menyampaikan hal itu ketika menghadiri rapat kerja di Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (31/1).
Dalam raker itu anggota Komisi III DPR Bambang Heri Purnama bertanya ke Prasetyo perihal kelanjutan eksekusi terhadap terpidana mati perkara narkotika. Sebab, sampai saat ini belum ada kejelasan waktu tentang eksekusi vonis mati terhadap penjahat narkoba.
BACA JUGA: Izinkan Napi Pelesiran, Karutan Cabang Madina Dicopot
"Apa yang masih menjadi kendala atau hambatan?” ujar Bambang.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan, Kejaksaan Agung seharusnya berbicara secara terbuka tentang hambatan dalam rencana eksekusi terhadap terpidana mati kasus narkoba. "Apakah ini berkaitan dengan masalah pengajuan PK (peninjauan kembali, red) atau ada masalah lain terutama tekanan dari dunia internasional," ujarnya.
BACA JUGA: Mesir Eksekusi 15 Teroris Pembunuh Banyak Orang
Namun, Prasetyo mengaku sulit menjawab pertanyaan itu secara terbuka. Ada alasan khusus yang membuatnya tak bisa berbicara secara terbuka.
"Kami berada di bawah posisi sebagai yudikatif dan sebagai eksekutif. Saya pikir bapak sekalian bisa memahami maksud saya," kata Prasetyo.
BACA JUGA: Sori, PDIP Tuding Kejagung Jadi Alat Partai NasDem
Mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung itu menambahkan, banyak hal penting yang juga mesti diprioritaskan di samping eksekusi mati terhadap penjahat narkoba. Kejagung sudah melaksanakan eksekuti terhadap sejumlah terpidana mati.
"Kami sudah lakukan itu dan itulah komitmen dan keberanian kami yang sebelumnya belum pernah mengeksekusi sampai 18 orang," ungkapnya.
Namun, kata Prasetyo menegaskan, Indonesia juga sedang menghadapi persoalan yang perlu diprioritaskan. Misalnya, kata dia, Indonesia saat ini sedang berusaha untuk menjadi anggota Dewan Keamanan Tidak Tetap PBB.
"Kita sedang melakukan perbaikan ekonomi dan politik sementara mayoritas negara dunia sudah meniadakan hukuman mati," ujarnya.
Dia menambahkan, eksekusi mati berkaitan dengan dua aspek, yakni yuridis dan teknis. Contoh persoalan yuridis adalah adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapuskan pembatasan pengajuan grasi.
Akibatnya, seorang terpidana mati bisa mengulur waktu dengan terus-menerus mengajukan grasi ataupun peninjauan kembali (PK). "Ini semua adalah hal-hal yang menghambat kami untuk melaksanakan hukuman mati," ungkap dia.
Sedangkan aspek teknisnya relatif mudah jika persoalan yuridisnya selesai. "Menyiapkan tempatnya dan tinggal didor saja," tegasnya.(boy/jpnn)
BACA ARTIKEL LAINNYA... Ribuan Warga Tonton Eksekusi Hukuman Mati di Stadion
Redaktur & Reporter : Boy